KOMPAS.com - Sepuluh orang meninggal dunia dan ribuan lainnya terluka akibat kekerasan aparat keamanan selama aksi unjuk rasa di berbagai daerah Indonesia sejak 25 Agustus 2025.
Data tersebut dihimpun oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada Selasa (2/9/2025).
Setidaknya 3.337 massa aksi telah ditangkap sepanjang 25–31 Agustus 2025 di 20 kota, yaitu Jakarta, Depok, Semarang, Cengkareng, Kabupaten Bogor, Yogyakarta, Magelang, Bali, Bandung, Pontianak, Medan, Sorong, Malang, Samarinda, Jambi, Surabaya, dan Malang.
Di Surabaya, Jakarta, dan Bandung, aparat kepolisian menangkap tidak hanya massa aksi namun juga secara acak menangkap dan melakukan tindak kekerasan terhadap orang-orang yang sedang menjalani aktivitas di sekitar lokasi aksi.
Selain itu, setidaknya 1.042 massa aksi terluka dan dilarikan ke rumah sakit di Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Bali, Bandung, Medan, Sorong, dan Malang, akibat kekerasan aparat.
Angka tersebut tidak termasuk mereka yang disiksa ketika dilakukan penangkapan.
Aksi-aksi yang menjalar dan berubah menjadi kerusuhan juga telah memakan korban meninggal dunia sebanyak 10 orang per 1 September 2025.
Salah satunya, pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan yang tewas dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob di Pejompongan, Jakarta, pada 28 Agustus 2025 malam.
Represi masyarakat juga dilakukan dengan pembatasan akses informasi dalam bentuk pelarangan media massa meliput aksi.
Tidak hanya itu, platform media sosial TikTok juga sempat mematikan fitur siaran langsung selama beberapa hari setelah dipanggil Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Aparat kepolisian juga menutup akses bantuan hukum bagi warga yang ditangkap. Di Semarang, Yogyakarta, Magelang, Jakarta, Bandung, dan Surabaya, pengacara publik dari LBH-YLBHI dihalang-halangi untuk memberikan bantuan hukum kepada massa aksi yang ditahan.
Bahkan, penangkapan sewenang-wenang dan kekerasan juga dialami oleh pengacara Publik di Samarinda dan Manado yang sedang melakukan pemantauan aksi.
Pengacara Publik LBH Manado ditangkap kemudian dipukuli beramai-ramai oleh aparat kepolisian. Sedangkan di Samarinda, salah satu pengacara publik LBH Samarinda ditangkap dan diseret kemudian diperiksa di Polresta Samarinda hingga pukul 02:00 WITA.
Menurut YLBHI, peristiwa-peristiwa belakangan ini menunjukkan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sedang menyebarkan ketakutan terhadap warga negaranya sendiri.
Pada 31 Agustus 2025, Prabowo memerintahkan TNI-Polri untuk melakukan penindakan tegas terhadap massa aksi. Imbasnya, skala represi meningkat signifikan.
Pernyataan Presiden Prabowo ditindaklanjuti oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo dengan memerintahkan penembakan massa aksi yang masuk ke kantor polisi.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin memerintahkan TNI – Polri untuk bekerja sama dan "sama-sama bekerja" untuk "menjaga keamanan". Pernyataan ini menunjukkan keputusan keterlibatan tentara secara aktif dalam keamanan dalam negeri.
Menurut YLBHI, penggunaan kekerasan, tuduhan kriminal (makar, terorisme) terhadap warga, penangkapan, penyerbuan dan penembakan gas air mata yang terjadi di dalam kampus, dan pengerahan tentara sudah mengarah pada represi sistematis dan teror terhadap rakyat.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini