KOMPAS.com - Tidak selamanya Bumi berotasi dalam waktu yang sama. Pada Selasa, 5 Agustus 2025 menjadi salah satu hari terpendek atau tersingkat di Bumi.
Hari ini barangkali tidak terasa berbeda bagi kebanyakan orang di seluruh dunia. Matahari terbit seperti biasa dan kehidupan berjalan normal.
Namun sejak pencatatan resmi dimulai, 5 Agustus 2025 rupanya berjalan lebih singkat 1,25 milidetik dari hari-hari lainnya.
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin membenarkan fenomena astronomi tersebut.
"Untuk 5 Agustus 2025, diperkirakan hari lebih pendek 1,25 milidetik dari rata-rata 24 jam," ungkapnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/8/2025).
Penyebab satu hari lebih cepat atau lebih lambat yakni rotasi Bumi, di mana planet yang kita huni ini berputar pada porosnya.
Waktu yang dibutuhkan Bumi untuk menyelesaikan satu putaran penuh yakni sekitar 24 jam atau 23 jam 56 menit 4 detik.
Thomas menjelaskan, rotasi Bumi umumnya diperlambat karena efek pasang-surut dari gravitasi Bulan.
Oleh karenanya, sering ada penambahan detik atau biasa disebut detik kabisat.
Ketika rotasi Bumi melambat dari waktu ke waktu, para ilmuwan menambahkan detik kabisat pada Waktu Universal Terkoordinasi (UTC).
Penambahan detik kabisat biasanya terjadi setiap beberapa tahun sekali. Terakhir kali terjadi pada 2016.
"Namun sejak 2020, rotasi bumi makin cepat, walau hanya ukuran milidetik (per seribu detik). Waktu harian menjadi lebih cepat sekitar 1 milidetik," jelasnya.
Sejauh ini, percepatan rotasi Bumi belum diketahui penyebab pastinya.
Namun para astronom menganalisis dugaan penyebabnya, seperti pergeseran lempeng Bumi akibat gempa dan ada pula faktor pemanasan global.
"Pencairan gunung-gunung es karena pemanasan global. Serta, dinamika arus laut karena pengaruh pemanasan global," pungkas Thomas.