KOMPAS.com - Kasus keracunan massal program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali terjadi di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Ratusan siswa di Kecamatan Cipongkor dilaporkan jatuh sakit setelah menyantap makanan dari program MBG.
Hingga Senin (22/9/2025), jumlah korban tercatat mencapai lebih dari 300 siswa yang tersebar di beberapa fasilitas kesehatan dengan kondisi beragam.
Pihak berwenang menyebutkan, jumlah korban masih berpotensi bertambah seiring proses pendataan dan pemeriksaan medis yang berlangsung.
Mayoritas siswa mengalami gejala umum keracunan, seperti mual, muntah, hingga lemas setelah mengonsumsi makanan yang dibagikan melalui program MBG.
Berikut deretan fakta kasus keracunan massl MBG di Bandung Barat.
Baca juga: Sebagian Menu MBG di Banjarnegara Akan Gunakan Tepung Mocaf Lokal
Dilansir dari Kompas.com, Selasa (23/9/2025), sebanyak 352 siswa dari berbagai jenjang pendidikan, mulai PAUD hingga SMA/SMK, dilaporkan jatuh sakit setelah mengonsumsi makanan dari program MBG di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat.
Mayoritas korban mengalami gejala serupa, di antaranya pusing, mual, muntah, hingga sesak napas.
Mereka kemudian dirujuk ke beberapa fasilitas kesehatan, dengan sebagian besar mendapatkan perawatan di RSUD Cililin dan RSIA Anugrah.
Hasil penelusuran awal menunjukkan, makanan yang dikonsumsi para siswa berasal dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang berlokasi di Kampung Cipari, Desa Cijambu, Kecamatan Cipongkor.
Baca juga: Istana Minta Maaf soal Keracunan MBG, Evaluasi dan Sanksi Disiapkan
Operasional dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kampung Cipari, Desa Cijambu, Kecamatan Cipongkor, kini dihentikan sementara.
Keputusan ini diambil setelah 352 siswa dari tingkat PAUD hingga SMK mengalami keracunan massal usai menyantap makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Senin (22/9/2025).
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana menjelaskan, penghentian dilakukan untuk memberi waktu perbaikan. Ia menegaskan evaluasi mutlak diperlukan agar distribusi makanan bisa kembali aman.
“Saya sudah minta untuk setop sementara, karena harus ada perbaikan dulu di SPPG tersebut,” ujarnya saat meninjau lokasi, Selasa (23/9/2025).
Meski dapur SPPG dinilai memiliki fasilitas memadai, Dadan menduga ada unsur keteledoran yang menyebabkan ratusan siswa mengalami gejala keracunan, mulai dari mual hingga muntah.
Ia berharap seluruh korban bisa segera pulih, sementara pemerintah terus menelusuri penyebab pasti insiden tersebut.
Baca juga: MBG Tidak Sesuai Selera Anak Picu Food Waste, Pengamat Beri Catatan untuk Pemerintah
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai, insiden tersebut dipicu makanan yang sudah basi akibat kesalahan waktu memasak dan distribusi.
“Masalah utamanya, makanannya basi. Dimasak malam hari, baru didistribusikan, lalu disantap siswa pada siang hari. Jadi waktunya terlalu lama antara dimasak dan dimakan,” ujar Dedi saat ditemui di Kampus UIN Sunan Gunung Jati, Bandung, dikutip dari Kompas.com, Selasa (23/9/2025).
Laporan Dinas Kesehatan Jawa Barat juga menguatkan temuan tersebut.
Hidangan berupa nasi dan lauk diduga menjadi penyebab keracunan, lantaran dimasak pada malam sebelumnya lalu baru dikonsumsi keesokan harinya saat jam makan siang.
Baca juga: Respons BGN soal Surat Pernyataan MBG yang Minta Orangtua Tanggung Risiko Keracunan
Menu makanan program MBG yang disajikan di Kecamatan Cipongkor berisi nasi, ayam kecap, tahu goreng, potongan melon, serta lalapan berupa selada, tomat, dan timun.
Dari menu tersebut, olahan ayam kecap diduga kuat menjadi penyebab ratusan siswa mengalami keracunan hingga harus mendapatkan perawatan medis.
Meski demikian, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat menegaskan dugaan itu masih harus dibuktikan secara ilmiah.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan KBB, Lia N. Sukandar menjelaskan, identifikasi sumber keracunan hanya bisa dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium.
“Kemarin petugas sudah mengambil sampel muntahan siswa untuk diperiksa,” katanya saat ditemui di Kantor Kecamatan Cipongkor, dikutip dari Kompas.com, Selasa (23/9/2025).
Menurut Lia, sedikitnya dua kantong plastik berisi muntahan siswa bersama sisa makanan telah dibawa ke laboratorium untuk dianalisis kandungannya.
Hasil uji tersebut akan menjadi dasar penentuan sumber keracunan yang memicu jatuhnya ratusan korban dari program makan gratis tersebut.
Baca juga: Naik Rp 50 Triliun, Ini Rincian Penggunaan Anggaran MBG Rp 268 Triliun pada 2026
Setelah menyantap menu MBG, para siswa di Cipongkor mengalami keluhan dengan pola yang hampir seragam.
Mayoritas korban mengaku mual, pusing, hingga muntah, meski waktu munculnya gejala berbeda pada tiap anak.
Lia menjelaskan, perbedaan reaksi ini wajar terjadi.
“Reaksi keracunan berbeda-beda setiap orang. Ada anak SMP yang baru terasa setelah pulang, anak SMK setelah makan, bahkan ada yang makan tiga potong ayam tapi hanya muntah saja,” ungkapnya.
(Sumber: Kompas.com/ Penulis: Bagus Puji Panuntun, Faqih Rohman Syafei | Editor: David Oliver Purba, Irfan Maullana, Reni Susanti)
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini