Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andriansyah Tiawarman K
Advokat, Dosen, Kurator, Kepailitan dan Pengurus PKPU

Andriansyah Tiawarman K, Pimpinan Justitia Group, salah satu lembaga Pelatihan dan Sertifikasi Hukum terbesar di Indonesia saat ini. Andriansyah menempuh S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan S2 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Selain terus mengembangkan pendidikan dan pelatihan hukum berkelanjutan melalui Justitia Group, saat ini Andriansyah juga sedang menjalani studi Doktor Hukum di Universitas Indonesia dan menjalankan beberapa tugas lainnya antara lain sebagai Tenaga Ahli, Dosen, Trainer, Advokat, Kurator & Pengurus, Kuasa Hukum Pengadilan Pajak, Mediator, serta Asesor Kompetensi.

Advokat dalam Menjaga Marwah Pengadilan

Kompas.com - 13/02/2025, 14:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Apabila mengacu pada Pasal 2 Kode Etik Advokat Indonesia, pasal ini seolah menegaskan kedudukan istimewa seorang advokat Indonesia sebagai insan pilihan yang bertakwa, jujur, dan berakhlak mulia.

Keistimewaan ini tidak hadir tanpa sebab, seorang advokat juga dituntut menjadi pribadi yang tidak hanya cakap dan paham terkait dengan ilmu hukum, tetapi juga merupakan cerminan nilai-nilai luhur bangsa yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.

Kebebasan yang dimiliki advokat bukan tanpa batas. Para advokat dibekali seperangkat hak dan kewajiban yang sebagaimana telah tercantum dengan baik dan jelas pada Kode Etik Profesi Advokat yang menjadi panduan dalam menjalankan profesinya.

Seorang Advokat memiliki keleluasaan untuk mengekspresikan argumentasi hukum demi membela kliennya, dilindungi oleh hak imunitas serta memiliki akses untuk menggali informasi yang diperlukan dalam pembelaan.

Namun di balik semua privilege yang dimiliki advokat tersebut, terdapat juga tanggung jawab yang harus dipikul.

Baca juga: Kaki Advokat Naik Meja Sidang, Awal Runtuhnya Wibawa Peradilan

Advokat tidak diperkenankan mengabaikan kepentingan klien, harus menjunjung tinggi profesi dan yang perlu digaris bawahi ialah wajib menghindari segala bentuk diskriminasi.

Dan masih banyak sekali hak dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh seorang Advokat.

Keseimbangan antara hak dan kewajiban menciptakan standar profesionalisme yang tinggi. Advokat tidak hanya dituntut untuk mahir dalam aspek teknis hukum, tetapi juga harus memiliki integritas tak tergoyahkan dalam menjaga marwah profesinya.

Prinsip kejujuran, ketakwaan, dan akhlak mulia menjadi fondasi yang tak terpisahkan dari identitas seorang Advokat Indonesia.

Advokat dan marwah pengadilan

Advokat dalam menjalankan tugasnya juga tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat).

Berdasarkan Pasal 14 UU Advokat: “Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan”.

Secara tidak langsung menunjukkan bahwa seorang advokat dalam menjalankan tugasnya memiliki batasan untuk tetap menghormati ketentuan UU yang berlaku.

Hal ini juga mewajibkan Advokat untuk menjaga marwah pengadilan dengan menghindari tindakan Contempt of Court (CoC).

CoC merupakan perbuatan merendahkan kewibawaan atau martabat peradilan, yang diatur dalam angka 4 UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang isinya menyebutkan: “Bahwa selanjutnya untuk dapat lebih menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan yang dikenal sebagai contempt of court”.

Hal ini selaras dengan pandangan Emile Durkheim yang menyebutkan bahwa hukum berlaku berhubungan erat dengan moralitas yang mengandung empat hal, yaitu: Pertama, hukum merupakan moralitas untuk merumuskan tindakan yang dianggap tidak bermoral oleh masyarakat.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau