Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ambisi Tanah Jarang China Cemari Sungai Asia Tenggara

Kompas.com - 19/09/2025, 13:06 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

Bangkok tidak punya banyak pilihan. Masalahnya bersumber dari sebagian besar wilayah di Myanmar, khususnya di negara bagian Shan, di mana tambang-tambang baru di wilayah tersebut berada di bawah kendali United Wa State Army (UWSA), sebuah kelompok bersenjata yang mengelola dua wilayah otonomi khusus di Myanmar. UWSA didukung oleh China.

Reuters melaporkan, UWSA memberikan perlindungan bersenjata untuk operasi pertambangan yang dijalankan oleh perusahaan China di sana. 

Baca juga: Menkeu AS Kunjungi Ukraina, Bahas Isu Energi dan Mineral Tanah Jarang

Baik penguasa militer Myanmar maupun organisasi internasional tidak memiliki kendali atas wilayah tersebut.

Sejauh ini masih belum diketahui apakah pencemaran tersebut masih terkonsentrasi di Thailand utara atau sudah meluas ke negara-negara hilir Sungai Mekong.

"Sangat mungkin, cemaran bahan kimia beracun dan logam berat terdeteksi di Kamboja," ujar Brian Eyler, direktur Program Asia Tenggara di Stimson Center, kepada DW

Eyler menambahkan, 60 persen asupan protein di Kamboja berasal dari tangkapan ikan liar di Sungai Mekong.

Baca juga: Zelensky dan Trump Bahas Kesepakatan Logam Tanah Jarang

Dalam beberapa minggu terakhir, kelompok masyarakat sipil menyerukan tindakan lebih tegas dari Komisi Sungai Mekong (MRC), sebuah badan antar-pemerintah yang dibentuk Kamboja, Laos, Thailand, dan Vietnam pada tahun 1990-an untuk bersama-sama mengelola sungai Mekong.

"MRC harus segera membangun stasiun pemantauan logam berat, dan memastikan komunitas di seluruh daerah yang dilewati aliran sungai memiliki akses atas informasi yang akurat dan transparan," desak Pianporn.

Sejauh ini MRC meremehkan seruan tersebut. Pada bulan Juli, lembaga itu melaporkan kadar arsenik di empat dari lima lokasi pengambilan sampel di Thailand dan Laos di atas batas aman. 

Namun, MRC hanya menggambarkan situasinya sebagai masalah lingkungan lintas batas yang cukup serius.

Baca juga: Kanselir Jerman Kecam Permintaan Trump Beli Tanah Jarang di Ukraina

Para analis sepakat, tanggung jawab akhir terletak di pundak Beijing, yang menguasai sekitar 60 persen produksi logam tanah jarang global serta hampir 90 persen proses pemurniannya.

Sekitar tahun 2010 China melarang banyak bentuk penambangan tanah jarang di dalam negeri, karena kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan. 

Namun, hal ini justru mendorong makin banyak perusahaan China untuk berpindah ke selatan, dan mengoperasikan pertambangan di perbatasan Myanmar, khususnya di negara bagian Kachin dan Shan.

Pada tahun 2018, pemerintah sipil Myanmar melarang ekspor dan memerintahkan perusahaan tambang China menghentikan operasi. 

Namun sejak tahun 2021, ekstraksi terus berlanjut di tengah konflik sipil yang makin meluas di sana.

Baca juga: Kenapa Trump Menginginkan Logam Tanah Jarang Ukraina?

Halaman:

Terkini Lainnya
Ketika Padel Redup di Swedia, tapi Malah Meledak di Indonesia...
Ketika Padel Redup di Swedia, tapi Malah Meledak di Indonesia...
Global
Dimotori Gen Z, Berikut 5 Fakta Demo di Peru
Dimotori Gen Z, Berikut 5 Fakta Demo di Peru
Global
Trump Akan Temui Pemimpin Negara Mayoritas Muslim di Forum PBB Bahas Pascaperang di Gaza
Trump Akan Temui Pemimpin Negara Mayoritas Muslim di Forum PBB Bahas Pascaperang di Gaza
Global
Usai Akui Palestina, Negara Barat Tawarkan Bantuan untuk Pasien Gaza
Usai Akui Palestina, Negara Barat Tawarkan Bantuan untuk Pasien Gaza
Global
Mikrofon Prabowo Tiba-tiba Mati Saat Pidato di Sidang PBB, Kemlu RI Beri Klarifikasi
Mikrofon Prabowo Tiba-tiba Mati Saat Pidato di Sidang PBB, Kemlu RI Beri Klarifikasi
Global
Trump Siap Berpidato di Sidang Umum PBB, Dunia Soroti 'America First'
Trump Siap Berpidato di Sidang Umum PBB, Dunia Soroti "America First"
Global
Erdogan Ingin Beli Ratusan Boeing dan Jet Tempur AS, tapi Minta Komponen Diproduksi di Turkiye
Erdogan Ingin Beli Ratusan Boeing dan Jet Tempur AS, tapi Minta Komponen Diproduksi di Turkiye
Global
Pemerintah Italia Belum Akui Palestina, Puluhan Ribu Rakyat Demo
Pemerintah Italia Belum Akui Palestina, Puluhan Ribu Rakyat Demo
Global
Negara Dekat RI Diterjang Topan Dahsyat Ragasa, Ancaman Menjalar hingga ke China
Negara Dekat RI Diterjang Topan Dahsyat Ragasa, Ancaman Menjalar hingga ke China
Global
Bagaimana Masa Depan Palestina Usai Diakui Jadi Sebuah Negara?
Bagaimana Masa Depan Palestina Usai Diakui Jadi Sebuah Negara?
Global
Eks Presiden Filipina Duterte Didakwa atas Kejahatan Kemanusiaan dalam Perang Narkoba
Eks Presiden Filipina Duterte Didakwa atas Kejahatan Kemanusiaan dalam Perang Narkoba
Global
Inovasi Jepang: Kucing Jadi Kepala Stasiun, AI Jadi Pemimpin Parpol
Inovasi Jepang: Kucing Jadi Kepala Stasiun, AI Jadi Pemimpin Parpol
Global
Ini Negara yang Mengakui Palestina dan yang Masih Menolak
Ini Negara yang Mengakui Palestina dan yang Masih Menolak
Global
Skandal Eks Ibu Negara Korsel Kim Keon Hee Seret Pimpinan Gereja Unifikasi
Skandal Eks Ibu Negara Korsel Kim Keon Hee Seret Pimpinan Gereja Unifikasi
Global
Dari 1988-2025, Begini Sejarah Panjang Pengakuan Negara Palestina
Dari 1988-2025, Begini Sejarah Panjang Pengakuan Negara Palestina
Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau