KOMPAS.com - Marathon sering dikaitkan dengan risiko bagi tubuh, termasuk otak. Namun, penelitian terbaru memberikan gambaran yang lebih menenangkan: lari 42 km justru menunjukkan kemampuan otak beradaptasi dengan luar biasa.
Selama dua dekade terakhir, berbagai studi menunjukkan bahwa olahraga teratur membantu meningkatkan perhatian, daya ingat, dan kemampuan belajar. Penelitian baru yang diterbitkan di Nature Metabolism ini menambah bukti dengan melihat bagaimana lari marathon memengaruhi otak secara langsung.
Baca juga: Jangan Ikut Marathon jika Anda Punya Penyakit-penyakit Ini
Penelitian ini dipimpin oleh Profesor Carlos Matute dari University of the Basque Country (EUH). Timnya memindai otak 10 pelari berusia 45–73 tahun menggunakan MRI canggih 24–48 jam sebelum dan sesudah marathon, lalu kembali memindai sebagian peserta setelah dua minggu dan dua bulan.
Fokus penelitian adalah myelin water fraction (MWF) – sinyal MRI yang mengukur jumlah air di dalam lapisan myelin, yaitu selubung lemak yang melindungi serabut saraf. MWF dianggap sebagai penanda sensitif yang mampu mendeteksi perubahan halus yang sering tidak terlihat pada pemindaian otak standar.
Hasilnya cukup menarik:
Baca juga: Marathon Bisa Picu Kerusakan Ginjal, Bagaimana Cara Menghindarinya?
Profesor Matute menyebut fenomena ini sebagai “metabolic myelin plasticity.”
“Kami berpendapat otak menggunakan lipid dari myelin sebagai sumber energi ketika kadar glukosa menurun selama lomba panjang,” tulisnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian pada hewan yang menunjukkan bahwa sel oligodendrosit bisa memobilisasi asam lemak untuk mendukung neuron saat menghadapi stres metabolik. Karena myelin terdiri dari 70–80% lemak, logis jika tubuh memanfaatkannya sebagai cadangan energi.
Baca juga: Otak Mulai “Memakan Diri Sendiri” Saat Maraton, Studi Menemukan
Penelitian ini tidak mengukur fungsi kognitif seperti memori atau fokus. Artinya, penurunan myelin yang terlihat hanyalah respon fisiologis sementara, bukan kerusakan.
Sebagian besar penelitian sebelumnya justru menunjukkan aktivitas fisik rutin meningkatkan kecepatan berpikir dan daya ingat seiring bertambahnya usia. Maka, hasil ini lebih tepat dipandang sebagai adaptasi alami otak untuk memenuhi kebutuhan energi selama marathon.
Baca juga: Mengapa Pelari Tua Justru Berjaya di Lomba Maraton?
Berita baiknya: otak pulih dengan cepat.
Ini menggambarkan kemampuan luar biasa otak untuk memulihkan lapisan pelindung saraf setelah “ditekan” oleh tantangan metabolik marathon.
Baca juga: Ini yang Terjadi pada Tubuh Saat Berlari Maraton
Sampel penelitian relatif kecil (10 pelari) dan didominasi usia lanjut, serta mencampur pelari kota dan pegunungan. Ini berarti hasilnya belum tentu sama pada pelari muda atau ultra-marathon.
Selain itu, MWF hanya memberikan data semi-kuantitatif dan bisa dipengaruhi faktor teknis. Penelitian lebih besar dengan tes kognitif akan membantu memahami perbedaan individu, termasuk riwayat latihan, pola pemulihan, dan status kesehatan.
Studi ini tidak menemukan bukti bahwa marathon merusak otak.
“Lari marathon tidak berbahaya bagi otak. Sebaliknya, penggunaan dan penggantian myelin sebagai cadangan energi bermanfaat karena melatih mesin metabolik otak,” kata Matute.
Temuan ini memberi wawasan penting tentang fleksibilitas metabolik otak dan dapat membantu penelitian penyakit demielinasi seperti multiple sclerosis.
Bagi pelari, pesan utamanya jelas: tidak ada alasan menghindari marathon demi kesehatan otak. Otak kita ternyata mampu beradaptasi, meminjam energi dari myelin ketika dibutuhkan, lalu membangunnya kembali setelah kita beristirahat.
Baca juga: Kenapa Jarak Lari Maraton 42 Km?
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini