KOMPAS.com - Taman Eden—surga yang digambarkan dalam Kitab Kejadian—masih menjadi salah satu misteri terbesar dalam sejarah agama. Kisah tentang Adam dan Hawa, pohon kehidupan, serta pengusiran mereka dari taman tersebut telah memikat imajinasi manusia selama ribuan tahun. Tetapi, apakah taman ini benar-benar ada?
Para arkeolog dan ahli kitab suci terus berusaha mencari petunjuk. Dengan bantuan teknologi modern dan penelitian teks kuno, mereka berupaya menyingkap rahasia yang terkubur dalam kisah ini.
Baca juga: Ukiran Batu Ungkap Masa Lalu Jazirah Arab yang bak Taman Eden
Kitab Kejadian memberi deskripsi geografis yang cukup detail tentang Eden—sesuatu yang jarang ditemukan dalam teks Alkitab. Disebutkan bahwa taman itu berada “di sebelah timur”, dan di tengahnya ada Pohon Kehidupan serta Pohon Pengetahuan yang menjadi penyebab pengusiran Adam dan Hawa.
Lebih menarik lagi, Kejadian 2:10-14 menyebutkan sebuah sungai yang mengalir dari Eden dan terbagi menjadi empat: Tigris, Efrat, Pison, dan Gihon. Dua sungai pertama mudah ditemukan—Tigris dan Efrat berada di Asia Barat Daya, mengalir melalui Turki, Suriah, hingga Irak. Tetapi lokasi Pison dan Gihon masih menjadi teka-teki.
“Para sarjana sudah lama mencoba menebak apakah Kejadian benar-benar merujuk pada lokasi nyata, atau hanya terinspirasi dari suatu tempat,” kata Joel Baden, profesor kajian agama di Universitas Yale.
Baca juga: Dipercaya sebagai Hasil Tulisan Malaikat, Apa Isi Kitab Raziel?
Tigris–Efrat membentuk sistem sungai yang sangat penting bagi peradaban Mesopotamia. Di sinilah kota-kota pertama, sistem irigasi, dan budaya awal manusia berkembang.
Namun Pison dan Gihon jauh lebih sulit dilacak. Kitab Kejadian menyebut Pison mengelilingi tanah Havilah, daerah yang kaya emas. Sebagian ahli mengaitkannya dengan Arabia Selatan. Sementara Gihon disebut mengalir di tanah Kush, tetapi istilah “Kush” dalam Alkitab digunakan untuk dua wilayah berbeda—Mesopotamia dan Afrika (sekitar Nubia).
Beberapa tradisi Ethiopia bahkan menghubungkan Gihon dengan Sungai Nil Biru. Tetapi, seperti yang dijelaskan Baden, “teori ini tidak sesuai dengan geografi Kejadian.” Sungai Nil maupun Gangga, misalnya, tidak pernah disebut dengan nama itu di teks Ibrani, dan keduanya tidak berhubungan dengan Tigris–Efrat.
Arkeolog James Sauer pernah mengusulkan bahwa Pison sebenarnya adalah Wadi al-Batin, saluran kering yang membentang dari barat Arab Saudi menuju Kuwait.
Baca juga: Astronom: Tuhan Ada di Luar Ruang dan Waktu, Jangan Takut Pengetahuan
Banyak arkeolog berpendapat bahwa kisah Eden terinspirasi oleh kesuburan luar biasa di rawa-rawa Irak selatan. Mesopotamia, yang dijuluki “Cradle of Civilization” atau “Buaian Peradaban,” adalah tempat lahir pertanian, kota, dan pemerintahan.
Tigris dan Efrat menyediakan air bagi wilayah berbentuk bulan sabit yang subur, yang kini mencakup Irak, Turki, Suriah, Lebanon, Palestina, dan Israel. Wilayah ini memungkinkan manusia mengembangkan peradaban awal yang makmur—dengan taman-taman kerajaan yang rimbun, mungkin mirip dengan “taman” yang digambarkan dalam Alkitab.
Baca juga: Lubang Hitam hingga Tuhan, Inilah Deretan Pemikiran Stephen Hawking
Ada pula hipotesis yang lebih berani. Pada 1980-an, arkeolog Juris Zarins mengusulkan bahwa Taman Eden kini berada di bawah laut, tepatnya di Teluk Persia. Ia menggunakan citra satelit NASA untuk melacak bekas aliran sungai purba yang mengalir dari Jazirah Arab menuju Teluk.
Menurutnya, Pison dapat dipetakan pada sistem sungai Wadi al-Batin, sementara Gihon mungkin adalah Sungai Karun di Iran. Teori ini juga mempertimbangkan perubahan iklim pada akhir Zaman Es, yang menyebabkan permukaan laut naik dan menenggelamkan daratan.
Namun, teori ini masih kontroversial. “Hipotesis Zarins bertentangan dengan teks Kitab Kejadian,” kata arkeolog Alkitab Joel Klenck. “Kitab itu jelas menyebutkan sungai-sungai mengalir keluar dari Eden, bukan menuju ke sana.”
Baca juga: Surat Tuhan Bermain Dadu Milik Einstein Dilelang, Apa Isinya?
Meskipun penelitian terus dilakukan, tidak semua ahli yakin Eden adalah tempat nyata. Francesca Stavrakopoulou dari University of Exeter menilai Eden hanyalah simbol yang terinspirasi dari taman kerajaan kuno, dan secara konseptual ditempatkan di Yerusalem.
Profesor Mark Leutcher dari Temple University menambahkan bahwa Eden bukan satu lokasi tertentu, tetapi sebuah simbol dunia Barat Asia kuno.
“Taman Eden mewakili gagasan-gagasan penting bagi masyarakat manusia. Ia menggunakan bahasa simbol dan metafora untuk menyampaikan pesan,” jelas Leutcher.
Dengan kata lain, Eden mungkin bukan koordinat di peta, melainkan sebuah gambaran tentang dunia yang ideal—surga yang terus kita cari, meskipun mungkin tidak pernah benar-benar ada.
Perdebatan mengenai Taman Eden menggabungkan iman, arkeologi, dan imajinasi. Apakah ia benar-benar ada di Mesopotamia, di bawah Teluk Persia, atau hanya di dalam benak manusia, Eden tetap menjadi simbol yang kuat tentang hubungan manusia dengan dunia dan Sang Pencipta.
Baca juga: Mengenang Stephen Hawking, dari Topik Bumi Datar hingga Peran Tuhan
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini