Penulis: Cathrin Schaer/DW Indonesia
KOMPAS.com - Sebagian menyebutnya sebagai "kelas master diplomasi” yang memperbesar peluang damai di Timur Tengah. Yang lain mencibir sebagai "aksi pencitraan” untuk memoles reputasi negara yang sering tersangkut kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Lantas, mengapa Arab Saudi giat melobi dunia demi pengakuan internasional bagi Palestina?
Dorongan monarki Riyadh agar lebih banyak negara yang mengakui kedaulatan Palestina sebenarnya telah dimulai sekitar setahun lalu.
Baca juga: Ribuan Warga Israel Ingin Pindah ke Gaza, Sebut Sudah Kosong dari Orang Palestina
Pada September 2024, Arab Saudi bersama Norwegia meluncurkan Aliansi Global untuk Implementasi Solusi Dua Negara, dan menggelar dua pertemuan pertama di Riyadh.
Pada bulan Desember lalu, Majelis Umum PBB kembali melakukan pemungutan suara, untuk mengonfirmasi sebagian besar negara di dunia masih percaya bahwa Solusi Dua Negara adalah jawaban atas konflik antara Israel dan Palestina.
Pekan lalu, Arab Saudi dan Perancis menjadi tuan rumah sebuah konferensi serupa. Selama dan setelah pertemuan, sejumlah negara seperti Perancis, Kanada, Malta, Inggris, dan Australia mengumumkan, akan atau tengah mempertimbangkan secara serius untuk mengakui kemerdekaan Palestina.
Pertemuan tersebut juga menghasilkan dokumen sepanjang tujuh halaman, Deklarasi New York, yang ditandatangani oleh semua negara Liga Arab, Uni Eropa, serta sekitar 17 negara lainnya.
Deklarasi ini merumuskan jalur bertahap menuju Solusi Dua Negara. Dokumen itu menyerukan pembubaran Hamas, kelompok militan Palestina yang memimpin serangan ke Israel pada 7 Oktober 2023, pembebasan sandera Israel yang tersisa, dan penyerahan kepemimpinan di Gaza.
Baca juga: Gaza Akan Diduduki Sepenuhnya, Netanyahu Dikecam Palestina dan Dunia Internasional
"Kami juga mengecam serangan Israel terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil di Gaza, pengepungan, serta kelaparan yang telah menyebabkan bencana kemanusiaan yang dahsyat," demikian pernyataan para penandatangan.
Fakta bahwa seluruh 22 anggota Liga Arab ikut menandatangani deklarasi tersebut dianggap sebagai terobosan diplomatik. Deklarasi itu menjadi kali pertama bagi sebagian besar negara Timur Tengah untuk secara terbuka mengecam Hamas.
Arab Saudi, bersama Perancis, disebut-sebut sebagai inisiator utama di balik konsensus tersebut.
"Mengingat posisi Arab Saudi dalam dunia Arab dan Islam, serta peran kerajaan sebagai penjaga situs-situs suci di Mekkah dan Madinah, apa pun yang dilakukan Arab Saudi akan membawa bobot tersendiri,” kata Kristian Coates Ulrichsen, peneliti Timur Tengah di Baker Institute for Public Policy, Rice University.
Baca juga: Netanyahu Ingin Perluas Operasi Militer dan Merebut Seluruh Wilayah Palestina
Sebelum serangan Hamas pada Oktober 2023 dan perang di Gaza, Saudi dan Israel sempat diisukan sedang membahas normalisasi hubungan diplomasi. Selama ini, Riyadh bersikeras pada kemerdekaan Palestina sebagai syarat perdamaian.
Artinya, jika Saudi dan Israel berdamai, syarat Negara Palestina yang selama ini melandasi kebijakan luar negeri negara-negara muslim tidak lagi menjadi bahan pertimbangan.