Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Aturan Hukum Penangguhan Penahanan

Pemberitaan media massa akhir-akhir ini banyak yang membahas dikabulkannya penangguhan penahanan Kenny W Sonda oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kenny didudukkan sebagai terdakwa pada persidangan dugaan tindak pidana penggelapan. Kasus ini berkaitan erat dengan jabatannya selaku legal counsel PT Energy Equity Epic Sengkang.

Kenny diduga melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kenny dilaporkan karena opini hukum yang diberikan ke direksi perusahaan.

Dalam proses persidangan, Majelis Hakim mengabulkan permohonan penangguhan penahanan yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa.

Permohonan dikabulkan setelah adanya jaminan berupa uang sebesar Rp 50 juta serta pihak penanggung. Majelis Hakim menilai permohonan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Pemberitaan dengan topik yang sama sebelumnya juga terjadi pada I Nyoman Sukena. Ia didudukkan sebagai terdakwa untuk kasus pemeliharaan Landak Jawa.

Permohonan penangguhan penahanan I Nyoman dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar. Salah satu pertimbangan hukum pengadilan adalah terdakwa seorang kepala keluarga yang harus memberikan nafkah pada keluarganya.

Berkaitan dengan penangguhan penahanan, masyarakat tentu tak asing dengan topik tersebut. Hal ini mengingat dalam setiap proses pemeriksaan perkara dugaan tindak pidana, salah satu upaya paksa yang dapat dilakukan oleh penegak hukum adalah melakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa.

Untuk itu, layak kiranya apabila topik tersebut dibahas lebih lanjut. Hal ini guna memberikan pengetahuan hukum bagi masyarakat umum, khususnya yang sedang berhadapan dengan proses pidana.

Definisi dan dasar hukum

Proses pemeriksaan perkara dugaan tindak pidana secara formil dilakukan dengan berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981).

Pasal 1 angka 21 mendefisikan penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Dalam kerangka teoritik, sebagaimana diungkapkan M Yahya Harahap, penangguhan penahanan adalah tindakan mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari penahanan sebelum batas waktu penahanannya berakhir.

Tahanan yang resmi dan sah masih ada dan belum habis, namun pelaksanaan penahanan yang masih harus dijalani tersangka atau terdakwa ditangguhkan, sekalipun masa penahanan yang diperintahkan kepadanya belum habis.

Tujuan utama dari penangguhan ini adalah memberikan kesempatan kepada tersangka atau terdakwa untuk melanjutkan aktivitasnya di luar tahanan dengan beberapa syarat dan jaminan tertentu.

Penangguhan penahanan biasanya diterapkan dalam kasus-kasus tertentu, di mana penahanan tidak dianggap perlu untuk melindungi masyarakat, mencegah pelarian, atau menghambat proses penyidikan.

Secara normatif, penangguhan penahanan di antaranya diatur di dalam Pasal 31 UU No. 8 Tahun 1981.

Pada Pasal 31 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 diatur bahwa atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.

Penangguhan penahanan tersebut dapat dicabut sewaktu-waktu jika tersangka atau terdakwa melanggar syarat yang telah ditentukan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1981.

Pada Penjelasan Pasal 31 UU No. 8 Tahun 1981 dinyatakan lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan "syarat yang ditentukan" ialah wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota.

Selain itu, masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau terdakwa tidak termasuk masa status tahanan.

Jaminan penangguhan penahanan

Untuk kepentingan permohonan penangguhan penahanan di dalam UU No. 8 Tahun 1981 telah ditentukan adanya jaminan dalam permohonan tersebut. Hal ini dapat ditemukan pada norma Pasal 59 yang selengkapnya berbunyi:

”Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya.”

Ketentuan hukum formil dalam UU No. 8 Tahun 1981 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (PP No. 27 Tahun 1983).

Apabila jaminan berupa uang, ketentuan hukumnya dapat dilihat pada Pasal 35 PP No. 27 Tahun 1983.

Ditentukan bahwa uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri.

Lebih lanjut, diatur bahwa apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu 3 bulan tidak ditemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor ke Kas Negara.

Selain berupa uang, jaminan penangguhan penahanan dapat berupa orang. Hal ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 36 UU No. 8 Tahun 1981.

Dalam hal jaminan itu adalah orang, dan tersangka atau terdakwa melarikan diri, maka setelah lewat waktu 3 bulan tidak diketemukan, penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan.

Jumlah uang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, pada waktu menerima permohonan penangguhan penahanan dengan jaminan orang.

Kemudian, apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang dimaksud, juru sita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri.

Praktik di Pengadilan

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa penangguhan penahanan dapat dilakukan di setiap tingkat pemeriksaan perkara dugaan tindak pidana. Salah satunya di tahap pemeriksaan persidangan.

Hal ini di antaranya dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri Serang Nomor 660/Pid.Sus/2022/PN.Srg tanggal 3 November 2022.

Pada salah satu amar putusannya, Majelis Hakim menetapkan sah menurut hukum penetapan penangguhan penahanan terhadap terdakwa H. Sanuri Bin Misal untuk tetap di luar tahanan.

Majelis Hakim mengesahkan penangguhan penahanan setelah menyatakan menerima keberatan dari penasihat hukum terdakwa dan menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum.

Mejelis Hakim menilai pembuatan redaksional surat dakwaan tidak jelas, lengkap dan cermat. Dakwaan tidak menguraikan peristiwa pidana. Dugaan tindak pidana pertambangan tanpa izin tidak mungkin dilakukan sendiri. Perbuatan ini dilakukan secara terorganisir dengan peranan masing-masing subjek hukum.

Adalah perbuatan mustahil apabila dugaan tindak pidana pertambangan tanpa izin dikerjakan satu orang.

Sedangkan, dalam dakwaan hanya dihadapkan satu orang terdakwa saja. Jadi, seolah-olah pelakunya hanya terdakwa satu orang saja tanpa merinci peran setiap pihak yang terlibat dalam perkara a quo.

Seandainya dipaksakan terdakwa dijatuhi pidana, bagaimana keadilan bagi diri terdakwa. Dalam hal ini ada pelanggaran hak asasi manusia.

Terdakwa diperlakukan tidak adil dalam penegakan hukum. Sedangkan, yang seharusnya menjadi terdakwa dalam perkara a quo bebas hidup di luar menikmati udara segar di luar tembok penjara.

Oleh karena tidak dimasukan dalam uraian dakwaan penunut umum, sehingga dalam hal ini kuranglah cermat serta lengkap penuntut umum membuat surat dakwaan.

https://www.kompas.com/konsultasihukum/read/2024/10/14/060000080/aturan-hukum-penangguhan-penahanan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke