SYDNEY, KOMPAS.com - Australia mengumumkan rencana pengerahan armada drone serang bawah laut canggih bernama “Ghost Shark” untuk memperkuat kemampuan militernya di tengah situasi keamanan regional yang dinilai kian mengkhawatirkan.
Dalam konferensi pers di Sydney pada Rabu (10/9/2025), Menteri Pertahanan Australia Richard Marles mengatakan, Angkatan Laut Australia akan dilengkapi puluhan drone berteknologi tinggi buatan dalam negeri.
Katanya, drone pertama dijadwalkan mulai beroperasi pada Januari 2026.
Baca juga: Kapal Perang Kanada dan Australia Lintasi Selat Taiwan, China Monitor Penuh
Untuk merealisasikan rencana ini, pemerintah menandatangani kontrak senilai 1,7 miliar dollar Australia (sekitar Rp 18 triliun) dengan perusahaan Anduril Australia untuk membangun, memelihara, sekaligus mengembangkan kendaraan bawah laut tanpa awak berukuran ekstra besar itu.
Proyek ini juga disebut akan membuka 150 lapangan kerja baru.
“Ini adalah kemampuan teknologi tertinggi di dunia,” ujar Marles.
“Ghost Shark memiliki jangkauan yang sangat jauh, kemampuan siluman, serta bisa digunakan untuk intelijen, pengawasan, pengintaian, hingga serangan,” imbuhnya.
Drone bawah laut ini bisa diluncurkan dari daratan maupun kapal perang, dan akan melengkapi modernisasi armada kapal selam serta kapal permukaan Australia.
Meski tak menyebut jumlah pasti drone yang akan diproduksi, Marles menegaskan langkah ini krusial untuk menghadapi dinamika geopolitik.
“Australia menghadapi lanskap strategis yang paling kompleks, dalam beberapa hal paling mengancam, sejak akhir Perang Dunia II,” kata Marles.
“Semua yang kami lakukan dengan membangun kekuatan pertahanan yang jauh lebih mumpuni adalah untuk mencegah konflik dan memastikan perdamaian serta stabilitas di kawasan tempat kita tinggal,” lanjutnya.
Penguatan militer ini sejalan dengan kesepakatan AUKUS tahun 2021 bersama Amerika Serikat dan Inggris, yang memungkinkan Australia memperoleh kapal selam bertenaga nuklir dalam beberapa dekade mendatang.
Baca juga: Kronologi Perseteruan Iran Vs Australia
Namun, kesepakatan tersebut sempat menuai kritik di AS. Beberapa pihak mempertanyakan keputusan Washington menjual kapal selam nuklir ke Australia, sementara stok untuk Angkatan Laut AS sendiri terbatas.
Presiden Donald Trump bahkan menempatkan AUKUS dalam peninjauan ulang agar sejalan dengan agenda “America First”.
Meski begitu, Marles optimistis. Ia menekankan bahwa Ghost Shark dan kapal selam nuklir di masa depan akan memberikan kemampuan militer yang “sangat krusial” bagi Australia.
Selain Ghost Shark, Australia juga telah mengumumkan pembaruan armada dengan membeli 11 fregat kelas Mogami buatan Mitsubishi Heavy Industries, Jepang.
Kontrak senilai 6 miliar dollar AS (sekitar Rp 98 triliun) ini menjadikan kesepakatan tersebut sebagai salah satu ekspor pertahanan terbesar Jepang sejak Perang Dunia II.
Kapal-kapal perang siluman ini dijadwalkan mulai memperkuat Angkatan Laut Australia pada 2030, menggantikan fregat tua kelas Anzac.
Baca juga: Demonstran Anti-Imigran di Australia Serang Kamp Aborigin, Teriak Ini Tanah Kulit Putih
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini