GAZA, KOMPAS.com – Israel kembali menjadi sorotan setelah sebuah komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuding negara itu melakukan genosida di Gaza.
Ketua komisi, Navi Pillay, menyebut bahwa syarat utama dari genosida adalah dehumanisasi korban, ketika satu kelompok tidak lagi dipandang sebagai manusia yang setara.
“Ketika saya melihat fakta-fakta dalam genosida Rwanda, sangat, sangat mirip dengan ini. Anda mendehumanisasi korban Anda. Mereka adalah binatang, dan karena itu, tanpa hati nurani, Anda dapat membunuh mereka,” kata Pillay, mantan hakim Pengadilan Kriminal Internasional.
Baca juga: Warga Palestina Kembali Mengungsi Saat Bom Israel Hujani Gaza
Sejumlah pengamat menilai, proses dehumanisasi terhadap warga Palestina tidak dimulai dari perang di Gaza. Akar sikap tersebut, menurut mereka, sudah terbentuk sejak awal berdirinya Israel dan tercermin dalam kebijakan pendidikan, politik, hingga narasi publik.
Israel saat ini menggempur Kota Gaza, meski puluhan ribu warga sipil masih tinggal di sana dan wilayah itu telah dinyatakan mengalami kelaparan.
Tujuan serangan, menurut pengkritik, adalah memaksa warga sipil mengungsi sehingga kota yang dulunya menjadi pusat kehidupan Palestina bisa dilucuti.
Langkah itu dipandang memudahkan operasi militer terhadap Hamas sekaligus memberi kesan kemenangan bagi publik Israel.
Penderitaan warga sipil jarang menjadi sorotan utama dalam pernyataan pejabat Israel. Bahkan, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz secara terbuka menyatakan bahwa “Gaza sedang terbakar”.
Di sisi lain, perhatian publik Israel lebih terfokus pada tuntutan pembebasan tawanan yang ditahan Hamas ketimbang pada korban sipil di Gaza.
Sebuah survei dari aChord Center pada Agustus 2025 menemukan 76 persen warga Yahudi Israel yang disurvei setuju, sepenuhnya maupun sebagian, bahwa hampir tidak ada warga Gaza yang dapat dianggap tidak bersalah.
“Genosida tidak terjadi begitu saja. Masyarakat tidak bisa begitu saja menjadi genosida dalam semalam. Kondisinya harus ada sebelum itu terjadi. Ini sistematis,” kata Orly Noy, jurnalis dan editor majalah berbahasa Ibrani Local Call, kepada Al Jazeera.
Baca juga: Serangan Israel Tewaskan 53 Warga Gaza, KTT Doha Sebut Tindakan Barbar
Menurut Yair Dvir, juru bicara organisasi hak asasi manusia Israel B’Tselem, keterkejutan Israel atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.139 orang lahir dari ketidaktahuan tentang realitas pendudukan panjang terhadap warga Palestina.
"Orang-orang tidak tahu apa-apa tentang pendudukan puluhan tahun sebelumnya," ujar Dvir.
B’Tselem bersama Physicians for Human Rights–Israel pada akhir Juli 2025 menyimpulkan perang di Gaza sebagai genosida.
Laporan mereka menelusuri praktik dehumanisasi sejak Nakba 1948 hingga kebijakan yang memperkuat supremasi Yahudi di wilayah yang dikuasai Israel.