Kupas tuntas dan jelas perkara hukum
Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com
”Bila oleh pihak-pihak yang berjanji tidak disepakati lain, maka jika debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya, setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan perjanjian dalam hal tidak ada ketentuan tentang jangka waktu yang pasti, kreditur berhak untuk menjual barang gadainya dihadapan umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan dengan persyaratan yang lazim berlaku, dengan tujuan agar jumlah utang itu dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dengan hasil penjualan itu.”
Dalam transaksi gadai, penerima gadai dilarang menyalahgunakan objek gadai. Apabila tindakan tersebut terjadi, maka pemberi gadai diberikan hak oleh hukum untuk mengajukan tuntutan agar objek gadai diserahkan kembali kepadanya.
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 1159 KUH Perdata. Pada ketentuan tersebut diatur bahwa selama pemegang gadai tidak menyalahgunakan barang yang diberikan kepadanya sebagai gadai, debitur tidak berwenang untuk menuntut kembali barang itu sebelum ía membayar penuh, baik jumlah utang pokok maupun bunga dan biaya utang yang dijamin dengan gadai itu, beserta biaya yang dikeluarkan untuk penyelamatan barang gadai itu.
Sehubungan dengan hilangnya objek gadai, maka salah satu ketentuan yang dapat dirujuk adalah Pasal 1157 KUH Perdata.
Pada ketentuan tersebut pada intinya diatur bahwa setiap kerugian yang diderita oleh debitur menjadi tanggungjawab kreditur, sepanjang hal tesebut disebabkan oleh kelalaian debitur. Selengkapnya aturan tersebut berbunyi sebagai berikut:
”Kreditur bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai itu, sejauh hal itu terjadi akibat kelalaiannya. Di pihak lain debitur wajib mengganti kepada kreditur itu biaya yang berguna dan perlu dikeluarkan oleh kreditur itu untuk penyelamatan barang gadai itu.”
Tuntutan ganti rugi dapat dilakukan menggunakan mekanisme non-litigasi atau litigasi. Pada penyelesaian non-litigasi, debitur dan kreditur melakukan musyawarah mufakat untuk mengganti kerugian yang dialami debitur.
Ganti rugi dapat dilakukan dengan beberapa skema, di antaranya dapat berupa uang atau barang sejenis.
Sementara mekanisme litigasi dapat ditempuh dengan tuntutan melalui lembaga peradilan. Hal ini salah satunya dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri Tasimmalaya Nomor 16/PDT.G.S/2021/PN.TSM.
Gugatan tersebut diajukan oleh Mimin Mintarsih, warga Tasikmalaya yang kehilangan barang gadai berupa 1 set perhiasan di Kantor Pegadaian Cabang Tasikmalaya.
Hilangnya objek gadai bermula dari kehendak Mimin untuk memperpanjang gadai perhiasannya yang telah jatuh tempo.
Namun, menurut petugas pegadaian, 1 set perhiasan itu telah ditebus oleh pihak lain. Padahal Mimin sama sekali tidak pernah memberikan surat bukti gadai yang asli kepada siapapun dan surat bukti gadai yang asli masih dipegang oleh dirinya.
Mimin mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada PT. Pegadaian (Persero). Ia menuntut agar pengadilan memerintahkan kepada Tergugat untuk mengembalikan barang gadai milik Mimin berupa perhiasan 1 set dan menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi secara materil dan kerugian immateril kepada Mimin.
Dalam amar putusannya, majelis hakim mengabulkan gugatan Mimin secara sebagian. Pengadilan menyatakan pihak penerima gadai telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Pengadilan menghukum PT. Pegadaian (Persero) untuk membayar ganti rugi secara materil kepada penggugat sebesar Rp 20 juta.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini