Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Burung Unta Tak Bisa Terbang, Bagaimana Leluhurnya Menyeberangi Laut?

Kompas.com - 23/09/2025, 08:11 WIB
Wisnubrata

Penulis

Sumber Earth.com

KOMPAS.com - Selama puluhan tahun, para ilmuwan dibuat bingung oleh teka-teki evolusi yang satu ini: bagaimana mungkin burung-burung besar yang tak bisa terbang seperti burung unta, emu, kasuari, kiwi, dan rhea bisa tersebar di benua yang berbeda-beda?

Kelima burung ini termasuk dalam kelompok burung purba bernama paleognath, yang sebagian besar anggotanya tak mampu terbang. Namun mereka tersebar luas — dari Afrika, Australia, hingga Amerika Selatan dan Selandia Baru. Satu-satunya pengecualian adalah tinamou, burung pemalu dari Amerika Tengah dan Selatan yang masih mampu terbang dalam jarak pendek untuk menghindari predator.

Pertanyaannya, jika sebagian besar anggotanya tak bisa terbang, bagaimana mereka bisa menyeberangi lautan dan menyebar ke berbagai benua?

Baca juga: 5 Burung yang Tidak Bisa Terbang, Kiwi hingga Kasuari

Misteri Evolusi yang Lama Tak Terpecahkan

Teori lama menyebut bahwa leluhur burung-burung ini terpisah ketika daratan super Gondwana pecah sekitar 160 juta tahun lalu. Perpecahan ini membentuk benua-benua selatan seperti yang kita kenal hari ini. Namun, penelitian genetika terbaru menunjukkan bahwa percabangan evolusi antar spesies paleognath justru terjadi jauh setelah benua-benua itu terpisah.

“Kami melihat bahwa perbedaan evolusi antarspesies paleognath terjadi setelah kontinen-kontinen utama terpisah,” jelas Klara Widrig dari Smithsonian National Museum of Natural History.

Untuk memecahkan misteri ini, tim peneliti memutar balik waktu dengan meneliti fosil burung purba bernama lithornithid — salah satu kelompok paleognath paling awal yang tercatat dalam sejarah bumi. Berbeda dengan burung-burung besar modern, lithornithid ternyata masih mampu terbang!

Baca juga: Fakta Kasuari, Burung Raksasa dengan Cakar Mematikan

Bukti Fosil: Leluhur Burung Unta Bisa Terbang

Lithornithid hidup sekitar 66 hingga 23 juta tahun lalu, di masa Paleogen. Salah satu fosil penting yang ditemukan adalah Lithornis promiscuus, yang digali dari wilayah Wyoming, Amerika Serikat.

Menariknya, fosil ini masih utuh, berbeda dari fosil burung lain yang biasanya remuk karena tulangnya sangat rapuh. Bentuk tulang dada yang terjaga memungkinkan para ilmuwan melakukan pemindaian dan menganalisis tempat menempelnya otot-otot terbang.

Hasilnya mengejutkan: Lithornis memang bisa terbang — bahkan bukan sekadar lari-lari panik seperti tinamou, melainkan terbang secara berkelanjutan atau meluncur dalam jarak jauh.

“Bentuk tulang dadanya menunjukkan bahwa Lithornis adalah penerbang aerobik, bukan hanya mengandalkan tenaga meledak seperti tinamou,” ujar Widrig.

Baca juga: Peneliti Temukan Fosil Burung Unta Zaman Kapur dengan Lengan Panjang

Ilustrasi burung kasuari.Shutterstock/sevenke Ilustrasi burung kasuari.

Menjelajah Jarak Jauh, Lalu Kehilangan Kemampuan Terbang

Analisis kuantitatif tulang menunjukkan bahwa Lithornis punya anatomi layaknya burung-burung yang mampu melakukan migrasi jarak jauh. Inilah kuncinya: leluhur paleognath seperti Lithornis kemungkinan besar mampu menyeberangi lautan dan menjelajah benua sebelum mereka — secara independen di setiap benua — kehilangan kemampuan terbang.

Lantas, mengapa mereka rela kehilangan kemampuan untuk terbang?

Menurut Widrig, ada dua kondisi penting yang mendorong burung berevolusi menjadi tidak bisa terbang:

  • Mereka bisa mendapatkan semua makanan dari darat, dan
  • Tidak ada predator yang mengancam mereka dari darat.

Setelah kepunahan dinosaurus 65 juta tahun lalu, kondisi ini tercipta. Dunia menjadi lebih aman, dan evolusi pun memilih efisiensi energi: terbang butuh banyak tenaga, sementara berjalan di tanah tidak.

Fosil juga menunjukkan bahwa lithornithid memiliki struktur khusus di paruhnya yang membuatnya piawai menangkap serangga — cocok dengan pola makan burung pemakan serangga dari tanah.

Baca juga: Kenapa Burung Unta Tidak Bisa Terbang?

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau