KOMPAS.com -Â Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada triwulan II-2025.
BPS menyebutkan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II didorong oleh beberapa komponen utama dari sisi pengeluaran.
Konsumsi rumah tangga masih menjadi tulang punggung perekonomian dengan menyumbang 54,25 persen terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB).
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 4,97 persen (yoy), didorong oleh peningkatan belanja kebutuhan primer dan mobilitas masyarakat selama periode libur panjang.
Kemudian, investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menjadi pendorong kunci kedua. PMTB tumbuh signifikan 6,99 persen (yoy) dan menyumbang 27,83 persen dari PDB.
Publikasi pertumbuhan ekonomi triwulan II-2025 yang melampaui ekspektasi banyak ekonom dan lembaga internasional memunculkan skeptisisme terhadap akurasi data BPS.
Ekonom dari Center for Economic and Legal Studies (Celios), Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, dan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), termasuk yang paling vokal mempertanyakan akurasi data BPS.
Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda menilai bahwa pertumbuhan ekonomi triwulan II (5,12 persen) yang lebih tinggi dari triwulan I (4,87 persen) sebagai kejanggalan.
Alasannya, ada momen Ramadhan dan Lebaran yang menyebabkan tingkat belanja masyarakat Indonesia lebih besar dari hari biasa.
"Hal ini dikarenakan tidak seperti tahun sebelumnya di mana pertumbuhan triwulanan paling tinggi merupakan triwulan dengan ada momen Ramadhan-Lebaran. Triwulan I-2025 saja hanya tumbuh 4,87 persen, jadi cukup janggal ketika pertumbuhan triwulan II mencapai 5,12 persen," kata Huda, dikutip dari Bisnis.com, 6 Agustus 2025.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal menyoroti kenaikan PMTB yang jauh di luar prediksi. PMTB yang mencapai 6,99 persen dinilai sebagai lompatan yang luar biasa besar.
"Sejak pandemi Covid-19, belum pernah investasi tumbuh setinggi ini. Kalau tumbuh hampir 7 persen, memang tinggi sekali, lah, di luar dugaan," kata Faisal, dikutip dari Media Indonesia, 6 Agustus 2025.
Namun, kata Faisal, hal tersebut bertentangan dengan kekhawatiran investor yang sedang terjadi mengenai ketidakpastian kebijakan dan efektivitas pemerintah.
"Ada banyak keraguan dari para investor terkait dengan kebijakan-kebijakan dan efektivitas daripada kebijakan pemerintah. Itu yang menjadi alasan kenapa kami memprediksi pertumbuhan investasi tidak begitu tinggi," ujarnya.
Senada, ekonom senior Indef, Tauhid Ahmad mempertanyakan perhitungan PMTB yang melonjak hingga nyaris 7 persen.