KOMPAS.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan pentingnya masyarakat, khususnya pejabat, untuk tidak terjebak dalam pola hidup konsumtif yang hanya mengejar penampilan.
Pesan itu ia sampaikan saat memberi pidato dalam acara Peluncuran Program Penguatan Ekosistem Perumahan "Imah Merendah, Hirup Tumaninah" di Gedung Sabuga ITB, Jalan Tamansari, Bandung, Kamis (18/9/2025).
Mantan Bupati Purwakarta tersebut menekankan, memiliki rumah harus diprioritaskan sebelum membeli kebutuhan lain yang bersifat sekunder.
“Jadi, jangan dulu kredit baju kalau belum punya rumah, jangan dulu kredit mobil kalau belum punya rumah, jangan dulu kredit motor kalau belum punya rumah,” ujar Dedi.
Menurutnya, rumah merupakan fondasi kesejahteraan keluarga. Karena itu, ia mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terbawa arus konsumerisme.
Dedi juga menilai bahwa peran negara bukan hanya soal meningkatkan pendapatan rakyat, melainkan juga memastikan beban pengeluaran mereka bisa ditekan.
Baca juga: Ingatkan Rumah Subsidi Jangan Disulap Jadi Mewah, Dedi Mulyadi: Bangun 3 Lantai, Ambil Hak Orang...
“Saya selalu mengatakan, kalau ingin membangun kemakmuran rakyat itu, jangan dulu ngomong pendekatan peningkatan pendapatan rakyat. Yang harus dilakukan negara itu adalah ngomong bagaimana rakyat keluar duitnya sedikit,” ucapnya.
Ia kemudian mengaitkan pandangannya dengan pengalaman pribadinya. Sebagai anak desa dari keluarga sederhana dengan sembilan bersaudara, ia mengaku ibunya tetap bisa menyekolahkan mereka hingga sarjana berkat kemampuan mengatur pengeluaran.
“Karena ibu-ibu kita dulu berhasil memilih rumah tangga dengan sedikit pengeluaran. Kalau sekarang tidak punya kuota, tidak tenang, tidak bisa jalan-jalan, orang tidak tenang. Ini problem,” kata Dedi.
Ia menilai ada kecenderungan di kelas menengah untuk meniru gaya hidup kelompok di atasnya, sehingga sering terjebak dalam perilaku konsumtif.
Baca juga: Kecamatan di Karawang Belum Punya SMA Negeri, Dedi Mulyadi Minta Bupati Siapkan Tanah
Dedi pun mengingatkan para pejabat agar tidak memamerkan gaya hidup mewah di media sosial, meskipun itu menggunakan uang pribadi, karena bisa menjadi contoh buruk bagi masyarakat.
“Untuk ini, makanya tidak boleh para pejabat memperlihatkan, mem-posting sesuatu yang tidak terjangkau oleh rakyatnya. Misalnya cerita, hari ini saya lagi belanja di Singapura. Walaupun pejabat beli pakai uang sendiri, itu menimbulkan obsesi,” pungkasnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini