KATHMANDU, KOMPAS.com - Nepal tengah menaksir kerugian besar setelah gelombang protes antikorupsi pekan lalu berujung kerusuhan dan kebakaran massal yang melanda sejumlah fasilitas vital, termasuk gedung parlemen, kantor pemerintahan, hingga Hotel Hilton Nepal yang baru dibuka.
Sedikitnya 72 orang tewas dalam aksi selama dua hari tersebut, sementara puluhan lainnya mengalami luka berat, menurut data resmi pemerintah.
“Banyak yang hancur,” kata juru bicara kepolisian Binod Ghimire kepada AFP, seraya menambahkan butuh waktu lama untuk menghitung total kerugian, termasuk di luar ibu kota Kathmandu.
Baca juga: PM Nepal Sushila Karki Janji Hapus Korupsi Usai Gelombang Demo Gen Z
Kerugian diperkirakan mencapai 25 miliar rupee Nepal (177 juta dolar AS atau sekitar Rp 2,9 triliun). Sektor perhotelan menjadi salah satu yang paling terpukul, dengan laporan lebih dari 20 hotel rusak, dijarah, atau terbakar.
Asosiasi Hotel Nepal mencatat kerugian terbesar dialami Hilton Kathmandu dengan nilai mencapai 56 juta dolar AS (Rp 919 miliar). Secara keseluruhan, lebih dari 2.000 pekerja terdampak langsung.
Pariwisata sendiri merupakan tulang punggung ekonomi Nepal. Sektor ini menjadi penyedia lapangan kerja keempat terbesar dengan lebih dari 371.000 tenaga kerja, serta mendatangkan lebih dari satu juta pengunjung setiap tahun.
Selain gedung parlemen Nepal dibakar habis, kebakaran juga melanda Singha Durbar, kompleks istana bersejarah yang menampung kantor perdana menteri dan sejumlah kementerian. Pilar-pilar putih bangunan itu kini menghitam bekas jilatan api.
Mahkamah Agung Nepal juga tidak luput dari serangan. Para pejabat terpaksa bekerja di bawah tenda darurat di luar gedung hangus sambil berusaha menyelamatkan dokumen yang terendam air.
“Semua catatan, bukti, dan berkas Mahkamah Agung kami telah dihancurkan. Badan-badan negara yang sangat penting menjadi sasaran,” kata Perdana Menteri sementara Nepal, Sushila Karki.
Baca juga: Sushila Karki Tegaskan Hanya Enam Bulan Pimpin Pemerintahan Nepal
Aksi protes yang bermula damai berubah menjadi kekerasan dengan sasaran simbol-simbol kekuasaan dan elit kaya Nepal. Massa membakar rumah politisi, ruang pamer mobil, kantor swasta, hingga menyerbu media.
Gedung Kantipur Media Group rusak parah, namun penyiaran darurat berhasil membuat televisi kembali mengudara dan surat kabar online tetap terbit.
Durga Khanal (45), pegawai Departemen Perhubungan, menyayangkan aksi perusakan yang meluas.
“Saya mendukung perubahan yang mereka perjuangkan, tetapi saya tidak setuju dengan penghancuran infrastruktur fisik,” ujarnya.
Kerusuhan juga membuat lebih dari 12.500 tahanan melarikan diri, menambah persoalan keamanan bagi pemerintah baru.
Menteri Energi, Infrastruktur, Transportasi, dan Pembangunan Perkotaan, Kulman Ghising, telah memerintahkan penilaian cepat atas kerusakan dan peta jalan rekonstruksi dalam waktu satu minggu.
Sementara itu, Kamar Dagang dan Federasi Industri Nepal masih menghimpun data kerugian di lapangan.
“Tidak ada infrastruktur yang luput. Pemerintah, sektor swasta, dan media semuanya mengalami kerugian,” ujar ekonom Chandra Mani Adhikari kepada AFP.
Baca juga: Korban Kerusuhan di Nepal: 51 Orang Tewas dan 1.000 Orang Lebih Luka
“Akan membutuhkan banyak waktu dan sumber daya untuk memulihkan serta membangun kembali semuanya,” tambahnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini