Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Inovasi Jepang: Kucing Jadi Kepala Stasiun, AI Jadi Pemimpin Parpol

Kompas.com - 23/09/2025, 11:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Secara hukum, jelas AI tidak bisa menjadi subjek hukum. Status AI seperti yang sering saya kemukakan dalam beberapa tulisan hanyalah sebagai objek hukum.

Konstitusi di berbagai negara umumnya secara eksplisit mensyaratkan, pemimpin partai dan peserta pemilu identik dengan manusia, bukan mesin. Karena itu, status AI di sini lebih sebagai kreativitas politik dan menjadi simbol ketua.

Tanggung jawab segala produknya, tentu akan tetap berada pada manusia, yang mendampingi atau mengoperasikannya.

Meskipun tak ditampik, banyak kalangan memprediksi ke depan, jika teknologi makin dipercaya, bukan mustahil muncul perdebatan hukum baru mengenai representasi digital dalam peran politik.

Baca juga: Dari Film ke Politik: Saat Bioskop Jadi Panggung Presiden

Politik selalu terkait akuntabilitas. Jika AI membuat rekomendasi kebijakan atau distribusi sumber daya, siapa yang akan dimintai pertanggungjawaban jika terjadi kesalahan.

Pertanyaan ini penting karena bisa memicu masalah legitimasi. Demokrasi membutuhkan aktor yang dapat dimintai pertanggungjawaban, sementara AI hanya algoritma yang bekerja berdasarkan data.

Jepang adalah salah satu masyarakat paling akrab dengan teknologi. Dari robot humanoid hingga sistem AI di layanan publik, warga Jepang terbiasa hidup berdampingan dengan mesin cerdas.

Budaya ini memudahkan penerimaan ide AI sebagai pemimpin partai, meski di negara lain mungkin akan dianggap aneh.

Sama seperti kasus Tama si kucing, masyarakat Jepang bisa saja melihat AI sebagai ikon yang menambah daya tarik politik.

Secara teknis, AI memang mampu mengolah data besar dengan cepat seperti tren pemilih, distribusi sumber daya, hingga analisis isu publik. Namun, AI hanya secerdas data yang dimasukkan atau ia peroleh.

Risiko bias algoritmik, manipulasi data, halusinasi, dan ketidakmampuan memahami nilai-nilai etis dan emosional manusia membuat AI sulit menggantikan kepemimpinan politik sepenuhnya.

Karena itu, saya menilai bahwa peran AI lebih tepat diposisikan sebagai alat bantu pengambilan keputusan, bukan penentu akhir.

Namun, terlepas dari itu semua, Generasi Z yang tumbuh dalam ekosistem digital bisa saja cenderung lebih suka dan terbuka terhadap inovasi ini. Sehingga menjadi peluang minat dan ketertarikan politik.

AI kemungkinan dianggap sebagai simbol politik yang netral, modern, transparan, bebas konflik kepentingan dan penyalahgunaan, dan lebih sesuai dengan dunia mereka yang serba digital.

Di tengah kekecewaan terhadap model politik konvensional, bisa saja AI dapat berfungsi sebagai “mahkluk baru” yang menyegarkan. Apakah hal ini akan berujung pada suara nyata dalam pemilu, tentu perlu dikaji.

Namun harus diingat, masyarakat kemungkinan tak sepenuhnya siap menerima partai yang terlalu bergantung pada AI. Karena ranah politik lebih berbicara tentang sosok individu kredibel berhati nurani yang bisa menyerap aspirasi rakyat.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini

Halaman:

Terkini Lainnya
Simpan 4 Jasad Bayinya di Rumah Kontrakan, Ibu AS Ditangkap Polisi
Simpan 4 Jasad Bayinya di Rumah Kontrakan, Ibu AS Ditangkap Polisi
Global
Ketika Padel Redup di Swedia, tapi Malah Meledak di Indonesia...
Ketika Padel Redup di Swedia, tapi Malah Meledak di Indonesia...
Global
Dimotori Gen Z, Berikut 5 Fakta Demo di Peru
Dimotori Gen Z, Berikut 5 Fakta Demo di Peru
Global
Trump Akan Temui Pemimpin Negara Mayoritas Muslim di Forum PBB Bahas Pascaperang di Gaza
Trump Akan Temui Pemimpin Negara Mayoritas Muslim di Forum PBB Bahas Pascaperang di Gaza
Global
Usai Akui Palestina, Negara Barat Tawarkan Bantuan untuk Pasien Gaza
Usai Akui Palestina, Negara Barat Tawarkan Bantuan untuk Pasien Gaza
Global
Mikrofon Prabowo Tiba-tiba Mati Saat Pidato di Sidang PBB, Kemlu RI Beri Klarifikasi
Mikrofon Prabowo Tiba-tiba Mati Saat Pidato di Sidang PBB, Kemlu RI Beri Klarifikasi
Global
Trump Siap Berpidato di Sidang Umum PBB, Dunia Soroti 'America First'
Trump Siap Berpidato di Sidang Umum PBB, Dunia Soroti "America First"
Global
Erdogan Ingin Beli Ratusan Boeing dan Jet Tempur AS, tapi Minta Komponen Diproduksi di Turkiye
Erdogan Ingin Beli Ratusan Boeing dan Jet Tempur AS, tapi Minta Komponen Diproduksi di Turkiye
Global
Pemerintah Italia Belum Akui Palestina, Puluhan Ribu Rakyat Demo
Pemerintah Italia Belum Akui Palestina, Puluhan Ribu Rakyat Demo
Global
Negara Dekat RI Diterjang Topan Dahsyat Ragasa, Ancaman Menjalar hingga ke China
Negara Dekat RI Diterjang Topan Dahsyat Ragasa, Ancaman Menjalar hingga ke China
Global
Bagaimana Masa Depan Palestina Usai Diakui Jadi Sebuah Negara?
Bagaimana Masa Depan Palestina Usai Diakui Jadi Sebuah Negara?
Global
Eks Presiden Filipina Duterte Didakwa atas Kejahatan Kemanusiaan dalam Perang Narkoba
Eks Presiden Filipina Duterte Didakwa atas Kejahatan Kemanusiaan dalam Perang Narkoba
Global
Inovasi Jepang: Kucing Jadi Kepala Stasiun, AI Jadi Pemimpin Parpol
Inovasi Jepang: Kucing Jadi Kepala Stasiun, AI Jadi Pemimpin Parpol
Global
Ini Negara yang Mengakui Palestina dan yang Masih Menolak
Ini Negara yang Mengakui Palestina dan yang Masih Menolak
Global
Skandal Eks Ibu Negara Korsel Kim Keon Hee Seret Pimpinan Gereja Unifikasi
Skandal Eks Ibu Negara Korsel Kim Keon Hee Seret Pimpinan Gereja Unifikasi
Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau