TEL AVIV, KOMPAS.com – Militer Israel pada Jumat (19/9/2025) memperingatkan akan mengerahkan kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Kota Gaza.
Warga didesak segera mengungsi ke selatan, sementara jalur evakuasi yang baru dibuka dua hari sebelumnya ditutup kembali.
Operasi besar-besaran Israel ini berlangsung di tengah kecaman internasional. Kota Gaza sudah hancur akibat perang Israel-Hamas yang berlangsung hampir dua tahun, diperparah dengan krisis kelaparan yang telah dinyatakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Baca juga: Masa Depan Gaza dan Palestina Jadi Sorotan di Pertemuan PBB
Langkah Israel juga bertepatan dengan rencana sejumlah negara Barat, termasuk Perancis dan Inggris, yang akan mengakui negara Palestina pada pertemuan puncak PBB pekan depan.
PBB memperkirakan sekitar satu juta orang masih tinggal di Kota Gaza dan sekitarnya pada akhir Agustus. Israel menyebut ratusan ribu di antaranya sudah meninggalkan kota terbesar di Jalur Gaza tersebut.
Melalui unggahan di X, juru bicara militer Israel berbahasa Arab, Avichay Adraee, mengumumkan bahwa Jalan Salah al-Din kini ditutup untuk perjalanan ke selatan.
“Mulai saat ini, Jalan Salah al-Din ditutup untuk perjalanan ke selatan. Pasukan Pertahanan Israel akan terus beroperasi dengan kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Hamas dan organisasi radikal lainnya,” tulis Adraee.
Ia menambahkan, satu-satunya jalur menuju selatan yang masih bisa dilalui adalah Jalan Al-Rashid. Warga diminta memanfaatkan kesempatan ini untuk bergabung dengan ratusan ribu orang yang sudah mengungsi ke wilayah selatan yang disebut sebagai zona kemanusiaan.
Israel sebelumnya sempat membuka jalur baru melalui Jalan Salah al-Din pada Rabu (17/9/2025) setelah melancarkan serangan darat intensif dan pemboman besar-besaran di Kota Gaza. Namun, jalur itu hanya berlaku selama 48 jam.
Jalan Salah al-Din sendiri merupakan jalur utama yang menghubungkan utara dan selatan Jalur Gaza.
Baca juga: Bom Bunuh Diri Guncang Pakistan, 11 Orang Tewas
Serangan Israel yang didukung Amerika Serikat ini dimulai sejak Selasa (16/9/2025). Operasi tersebut berlangsung di tengah penyelidikan PBB yang menuduh Israel melakukan genosida di Jalur Gaza.
Laporan penyelidik PBB menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pejabat senior lainnya menghasut kejahatan tersebut. Israel menolak temuan itu dan menyebutnya sebagai distorsi dan salah.
Rekaman AFP dari Jalan Al-Rashid pada Kamis memperlihatkan antrean panjang warga Palestina yang berjalan kaki atau menggunakan kendaraan sederhana menuju selatan dengan barang seadanya.
Di Kota Gaza bagian barat, Sami Baroud (35) menggambarkan betapa hidupnya kini dipenuhi ledakan dan bahaya.
“Hidup kami tak lebih dari ledakan dan bahaya. Kami telah kehilangan segalanya, nyawa kami, masa depan kami, rasa aman kami. Bagaimana saya bisa mengungsi jika saya bahkan tidak mampu membayar transportasi,” ujarnya kepada AFP lewat sambungan telepon.
Warga lainnya, Umm Mohammed Al-Hattab (49), mengaku keluarganya sudah kehilangan tempat tinggal.
“Saya dan tujuh anak saya masih tinggal di tenda-tenda di Kota Gaza bagian barat setelah (Israel) mengebom rumah kami,” kata dia.
Baca juga: Wanita Ini Terjebak 54 Jam di Sumur Terbengkalai Penuh Ular, Berhasil Diselamatkan
“Pengeboman belum berhenti, dan kapan saja, kami siap menghadapi kemungkinan rudal jatuh menimpa kami. Anak-anak saya ketakutan, dan saya tidak tahu harus berbuat apa,” lanjutnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini