TEL AVIV, KOMPAS.com - Israel semakin menghadapi isolasi diplomatik setelah sejumlah sekutu tradisionalnya di Barat, yakni Inggris, Kanada, Portugal, bahkan Australia mengakui kenegaraan Palestina pada Minggu (21/9/2025).
Keputusan tersebut menandai perubahan besar dalam arah kebijakan luar negeri negara-negara itu, sekaligus menjadi tamparan diplomatik bagi Tel Aviv yang selama ini menolak solusi dua negara.
Inggris dan Kanada menjadi dua anggota pertama dari kelompok ekonomi maju G7 yang secara resmi mengakui Negara Palestina.
Baca juga: Inggris, Australia, Kanada, dan Portugal Resmi Akui Negara Palestina, Israel Kian Terpojok
Australia dan Portugal turut mengambil langkah serupa dalam momen yang disebut sebagai "kemenangan moral" oleh warga Palestina.
Pengakuan ini menambah daftar panjang negara-negara anggota PBB yang telah lebih dulu mendukung kenegaraan Palestina. Hingga kini, setidaknya 145 dari 193 anggota PBB telah memberikan pengakuan resmi.
"Itu tidak akan terjadi. Tidak akan ada negara Palestina yang didirikan di sebelah barat Sungai Yordan," tegas Netanyahu, dikutip dari kantor berita AFP.
Ia juga mengumumkan rencana memperluas permukiman Yahudi di Tepi Barat, wilayah yang telah diduduki Israel sejak 1967 dan dinilai ilegal oleh hukum internasional.
Sikap keras Netanyahu ini mempertegas jurang diplomatik yang makin lebar antara Israel dan sekutu-sekutunya sendiri.
Sementara itu, Amerika Serikat—sekutu paling setia Israel—menyatakan ketidaksetujuannya terhadap langkah keempat negara tadi.
Namun, Washington tidak mengambil langkah konkret untuk mencegah gelombang pengakuan itu.
“Kami fokus pada diplomasi yang serius, bukan gestur performatif,” kata seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS yang tak disebutkan namanya.
Ia menambahkan, prioritas AS adalah pembebasan sandera, keamanan Israel, serta tercapainya perdamaian yang hanya mungkin terjadi jika kawasan bebas dari Hamas.
Presiden AS Donald Trump sebelumnya juga menyatakan ketidaksepakatannya terhadap pengakuan kenegaraan Palestina, dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer.
Baca juga: Kenapa Israel dan Amerika Serikat Berhubungan Baik?