KOMPAS.com - Sebuah video singkat dari Taman Nasional Khao Luang, Thailand Selatan, menjadi sorotan dunia konservasi. Video itu menampilkan seekor kucing emas Asia (Asian golden cat) yang berjalan tenang melewati hutan lebat. Meski hanya beberapa detik, rekaman ini sangat berarti karena menyoroti salah satu kucing liar paling langka dan paling sedikit dipelajari di Asia.
Di Thailand, kucing emas Asia dikenal sebagai "harimau api"—sebutan yang berasal dari tradisi lokal. Nama ini mencerminkan rasa hormat dan kewaspadaan masyarakat terhadap predator ini. Meski begitu, status konservasi kucing emas Asia masih memprihatinkan. International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkannya dalam kategori Vulnerable (rentan), dengan ancaman utama berupa hilangnya habitat dan perburuan ilegal.
"Kucing emas Asia adalah predator yang sangat jarang terlihat. Kehadirannya di video ini memberi harapan baru bagi upaya konservasi," tulis laporan pengelola taman.
Baca juga: Sakit, Kucing Emas yang Ditemukan Warga Solok Akhirnya Mati
Perangkap kamera adalah perangkat yang dipicu oleh gerakan. Alat ini memungkinkan ilmuwan mendeteksi satwa liar yang biasanya menghindari manusia.
Keunggulannya? Metode ini non-invasif, efisien, dan jauh lebih murah dibanding mengirim tim peneliti untuk melacak hewan selama berhari-hari. Kamera ini membantu mengungkap siapa saja yang lewat, kapan mereka melintas, dan bagaimana mereka menggunakan ruang di hutan.
Baca juga: Mengenal Kucing Emas, Spesies Langka yang Masuk Perangkap Babi
Menurut IUCN Cat Specialist Group, kucing emas Asia dewasa berbobot sekitar 9–16 kg (20–35 pon), dengan jantan lebih besar dari betina. Tubuhnya kompak, kaki-kaki kuat, dan ekor panjang membantu menjaga keseimbangan di hutan rapat.
Hewan ini hidup di berbagai habitat, mulai dari hutan dataran rendah hingga pegunungan di Asia Selatan dan Tenggara. Rentang hidupnya yang luas menyembunyikan perbedaan mencolok dalam warna bulu, perilaku, hingga mangsa di setiap wilayah.
Baca juga: Kucing Emas, Satwa Langka Dilindungi yang Habitatnya Hanya Ada di Wilayah Sumatera
Kucing emas Asia terkenal dengan beragam pola bulu (color morphs). Ada yang berwarna emas, kayu manis, abu-abu, hitam (melanistik), berbintik seperti ocelot, hingga bermotif roset rapat.
Sebuah studi yang dipimpin University College London (UCL) di Lembah Dibang, India Timur Laut, mendokumentasikan enam variasi pola dalam satu lokasi.
“Kami baru mulai memahami fenomena ekologis langka ini. Lembah Dibang memiliki keragaman pola warna kucing liar paling tinggi yang pernah dilaporkan di satu lokasi,” kata Dr. Sahil Nijhawan, peneliti UCL Anthropology dan ZSL’s Institute of Zoology.
Penelitian lain di Taman Nasional Phrumsengla, Bhutan, memproses 400 foto kucing emas Asia dari 2015–2016 dan mencatat lima pola bulu berbeda—termasuk temuan pertama pola roset rapat di wilayah tersebut. Menariknya, hasil analisis menunjukkan pola aktivitas harian bervariasi antar-morfologi, sehingga mengurangi kompetisi dan memungkinkan mereka berbagi habitat dengan lebih sedikit konflik.
Baca juga: Mengenal Kucing Emas, Hewan Langka Keluarga Harimau
Kucing emas Asia dikenal sebagai predator fleksibel. Mangsanya bervariasi, mulai dari mamalia kecil, burung, hingga kijang kecil jika ada kesempatan.
Aktivitasnya tidak terpaku pada satu waktu. Biolog menyebutnya cathemeral: aktif di siang hari, senja, bahkan malam. Variasi ini membuat keberadaan kamera perangkap semakin penting untuk memantau pergerakan mereka dalam jangka panjang.
Namun, konversi hutan menjadi lahan lain memecah wilayah jelajah mereka dan mengurangi ketersediaan mangsa. Jalan-jalan baru meningkatkan risiko perburuan dan membuat kucing ini enggan mendekati habitat yang sebetulnya cocok.
Baca juga: Sempat Diduga Punah, Kucing Langka Borneo Tertangkap Kamera
Rekaman di Khao Luang menjadi bukti bahwa spesies ini masih menggunakan kawasan taman. Data ini membantu petugas taman menentukan lokasi kamera berikutnya dan merancang patroli.
Selain itu, penelitian tentang variasi warna dan pola bulu membantu menjelaskan bagaimana satu spesies bisa beradaptasi di banyak habitat tanpa terpecah menjadi subspesies. Studi tentang pola makan menunjukkan pentingnya menjaga populasi mangsa seperti kijang kecil.
Cuplikan video singkat ini juga bisa membantu mengidentifikasi apakah individu yang sama kembali, jalur mana yang sering dilalui, bahkan apakah ada anak-anak kucing yang lahir di kemudian hari.
Karena sebarannya luas di Asia, para ilmuwan mendorong kolaborasi internasional. Data dari berbagai negara akan semakin kuat jika dibandingkan dan dianalisis bersama, bukan secara terpisah.
Penelitian ini diterbitkan dalam Journal of Wildlife and Biodiversity, dan menjadi dasar penting untuk konservasi jangka panjang kucing emas Asia.
Baca juga: 10 Kucing Hutan di Indonesia, Sebagian Besar Terancam Punah
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini