SEOUL, KOMPAS.com - Pengadilan Korea Selatan menjatuhkan vonis bersalah terhadap seorang pria atas kasus pencemaran nama baik setelah ia mengkritik penampilan PLAVE, sebuah boyband virtual.
Putusan ini menjadi kasus pertama di Korea Selatan yang melibatkan avatar digital dalam perkara hukum pencemaran nama baik, sebagaimana yang dilansir dari VnExpress pada Sabtu (20/9/2025).
Awal pekan ini, Pengadilan Distrik Uijeongbu, Provinsi Gyeonggi, memerintahkan terdakwa membayar kompensasi sebesar 500.000 won atau sekitar Rp 6 juta kepada PLAVE, seperti dilaporkan Korea JoongAng Daily.
Baca juga: Kontroversi Hotel Miami Pekerjakan Resepsionis India Secara Virtual
Menurut laporan The Chosun Daily, Kasus ini bermula pada Juli tahun lalu ketika terdakwa menulis komentar di media sosial yang dianggap menghina para anggota idola virtual itu.
Komentar itu antara lain berbunyi, “Saya tidak tahan dengan aura pria Korea ini” serta “Ini bukan masalah teknis, tapi kurangnya keterampilan para pemain utama.”
Ia juga menambahkan bahwa jika avatar tersebut tidak menarik, maka para penampil asli di dunia nyata kemungkinan juga tidak lebih baik.
Akibat komentar tersebut, para artis di balik avatar PLAVE mengaku mengalami tekanan emosional.
Mereka menuntut ganti rugi sebesar 6,5 juta won (sekitar Rp 77,5 juta) per orang dengan total 32,5 juta won (sekitar Rp 387,7 juta).
Baca juga: Wanita Ini Buang Asisten Virtual Alexa karena Sok Akrab dengan Suaminya
Terdakwa berargumen bahwa karena PLAVE adalah karakter fiksi dengan identitas asli yang tidak diungkapkan, pencemaran nama baik tidak dapat ditetapkan. Namun, pengadilan menolak klaim itu.
Pengadilan menyatakan, meskipun berupa avatar, penghinaan pria tersebut yang diarahkan kepada PLAVE sama dengan mencemarkan nama baik individu nyata di baliknya.
Avatar dipandang sebagai bentuk ekspresi diri dan interaksi sosial, bukan sekadar gambar digital.
“Jika sebuah avatar secara luas diakui sebagai representasi dari seorang pengguna, maka penghinaan yang diarahkan pada avatar dapat dianggap sebagai pencemaran nama baik terhadap orang tersebut,” demikian bunyi catatan pengadilan, dikutip dari The Korea Herald.
Selain itu, pengadilan menegaskan bahwa penyebutan nama korban tidak diperlukan selama audiens memahami siapa target komentar tersebut.
Unggahan terdakwa dinilai bukan sekadar opini, melainkan serangan pribadi yang menimbulkan kerugian psikologis.
Baca juga: Pertama di Dunia, Influencer Ini Jual “Cinta Virtual” sebagai NFT Laku Miliaran
PLAVE, yang diluncurkan pada 2023, terdiri dari lima anggota yang tampil sebagai avatar animasi hasil teknologi motion-capture.
Identitas asli para penampil hingga kini dirahasiakan
Fenomena idola virtual semakin populer di Korea Selatan dan di berbagai negara.
Mereka direpresentasikan melalui gambar digital yang digerakkan oleh artis sungguhan dengan teknologi canggih, menciptakan identitas yang berbeda dari kehidupan nyata.
Kasus hukum terhadap PLAVE ini memicu perdebatan luas mengenai hak-hak karakter digital di Korea Selatan, serta bagaimana hukum harus merespons perkembangan dunia virtual yang kian dekat dengan kehidupan nyata.
Baca juga: Dokter Ini Hadiri Sidang Virtual sambil Operasi Pasiennya
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini