KABUL, KOMPAS.com – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan ingin menguasai kembali Pangkalan Udara Bagram di Afghanistan.
Dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Inggris Keir Starmer pada Kamis (18/9/2025), Trump mengatakan bahwa AS sedang berupaya bernegosiasi dengan Taliban.
“Kami mencoba mendapatkannya kembali karena mereka (Taliban) membutuhkan sesuatu dari kami. Kami ingin pangkalan itu kembali,” ujar Trump.
Tak berhenti di situ, Trump juga menuliskan ancaman di akun Truth Social bagi Afghanistan bila pemerintahan Taliban tidak mau bekerja sama menyerahkan Bagram pada AS.
Ia bahkan mengecam penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada 2021 di bawah Presiden Joe Biden, yang ia sebut “kacau balau.”
Bagram terletak sekitar 40–60 kilometer di utara Kabul. Dibangun Uni Soviet pada 1950-an, pangkalan ini menjadi pusat operasi militer AS selama dua dekade perang di Afghanistan.
Pada puncaknya tahun 2012, lebih dari 100.000 tentara Amerika pernah berpangkalan di sana.
Trump menilai Bagram sebagai salah satu instalasi militer paling kuat di dunia karena memiliki landasan pacu sepanjang 3,6 kilometer yang bisa menampung pengebom strategis dan pesawat kargo berat.
Namun alasan utama Trump menyoroti Bagram adalah lokasinya yang cukup dekat dengan China.
“Itu hanya satu jam dari lokasi China membuat senjata nuklirnya,” kata Trump.
Menurut laporan Orion Policy Institute, Bagram memang berjarak kurang dari 1.500 mil dari ladang rudal Hami di Xinjiang, dan kurang dari 500 mil dari perbatasan Afghanistan–Xinjiang.
Pentagon bahkan memperkirakan persenjataan nuklir China sudah melampaui 600 hulu ledak pada pertengahan 2024 dan bisa menembus 1.000 pada 2030.
Kendati demikian, analis mencatat pernyataan Trump agak berlebihan. Situs nuklir Lop Nur di Xinjiang memang bersejarah sebagai tempat uji coba bom pertama China, namun bukan lokasi utama pembuatan senjata.
Produksi senjata nuklir China diyakini berpusat di wilayah tengah negeri itu.
Taliban menolak, tapi buka ruang diplomasi
Taliban dengan tegas menolak gagasan Trump untuk mengembalikan Bagram ke kendali AS.
“Afghanistan sepenuhnya merdeka, diperintah oleh rakyatnya sendiri, dan tidak bergantung pada kekuatan asing mana pun,” kata Kepala Staf Angkatan Bersenjata Taliban Fasihuddin Fitrat dalam sebuah acara di Kabul, dikutip Bloomberg.
Meski begitu, beberapa pejabat Taliban mengisyaratkan adanya ruang diplomasi non-militer.
Zakir Jalaly, pejabat Kementerian Luar Negeri Taliban, menulis di media sosial, “Tanpa kehadiran militer AS di Afghanistan, kedua negara bisa tetap menjalin hubungan politik dan ekonomi berdasarkan saling menghormati dan kepentingan bersama.”
Analis sebut mustahil kembali kuasai Bagram
Para analis menilai rencana Trump untuk merebut kembali Bagram nyaris mustahil.
Bill Roggio dari Foundation for Defense of Democracies memperingatkan bahwa Taliban maupun China pasti akan menolak keras, sementara upaya reokupasi akan memerlukan pengerahan besar-besaran pasukan AS, sekaligus melanggar Perjanjian Doha.
Hal itu juga bisa memicu ketegangan baru dengan Pakistan, Rusia, hingga Iran.
Meski sempat ditanya apakah ia berniat mengirim pasukan untuk merebut Bagram, Trump memilih bungkam.
“Kita tidak akan membicarakan itu,” katanya singkat, dilansir Al Jazeera.
https://www.kompas.com/global/read/2025/09/22/165312270/kenapa-trump-ngotot-ingin-rebut-pangkalan-udara-bagram-di-afghanistan