Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firman Muttaqien
Tax Advisor and Attorney

Mahasiswa Magister Hukum Universitas Sahid

Kesalahan Hitung Putusan Pengadilan Pajak

Kompas.com - 12/02/2025, 11:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PAJAK merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat vital untuk mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu, sistem perpajakan yang adil, transparan, dan akurat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak dilaksanakan dengan benar.

Salah satu elemen penting dalam sistem ini adalah pengadilan pajak, yang berfungsi untuk menyelesaikan sengketa antara wajib pajak dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Namun, meskipun pengadilan pajak bertujuan menegakkan keadilan, sering kali ditemukan masalah terkait akurasi dalam penetapan putusan pajak.

Kesalahan ini dapat berdampak besar bagi kedua belah pihak, baik bagi wajib pajak yang dirugikan akibat pembayaran pajak berlebihan, maupun bagi negara yang berpotensi kehilangan penerimaan yang seharusnya tidak dikembalikan.

Berdasarkan data Per 1 Februari 2025, kurang lebih 2.445 pembetulan putusan telah diterbitkan oleh Pengadilan Pajak dari 74.708 Putusan atau sekitar 3,27 persen. Dari jumlah tersebut, terdapat dua putusan yang dilakukan pembetulan ke-3.

Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana akurasi dari putusan yang sebelumnya diterbitkan.

Jika berkaca pada Pasal 77 ayat (1) juncto Penjelasan Pasal 80 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak menegaskan bahwa putusan pengadilan pajak bersifat final dan memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga dalam penerbitan putusan hendaknya dilakukan proses verifikasi dan validasi untuk minimalkan kesalahan dalam penerbitan putusan.

Putusan hakim harus dipertanggungjawabkan kebenaran dan kualitasnya sebagai bentuk akuntabilitas lembaga peradilan terhadap publik.

Sebagai mahkota hakim, putusan dapat menggambarkan bagaimana kualitas intelektual hakim, ketelitian hakim, dan juga kerangka berpikir dalam menganalisis suatu permasalahan hukum.

Akurasi dalam putusan pengadilan pajak sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum pajak di Indonesia.

Jika kesalahan dalam perhitungan pajak dibiarkan, maka kepercayaan wajib pajak terhadap keadilan dan integritas sistem peradilan pajak akan terkikis.

Kesalahan yang mungkin terlihat sepele, tapi dapat menimbulkan kerugian yang besar, baik bagi wajib pajak atau negara.

Mengapa kesalahan bisa terjadi?

Kesalahan dalam putusan pengadilan pajak sering menjadi isu yang mengemuka di pengadilan pajak. Majelis hakim memegang peran sentral untuk menentukan kebenaran dan memastikan bahwa putusan yang diambil didasarkan pada perhitungan yang akurat.

Peran majelis hakim dalam sengketa pajak acap kali menghadapi tantangan, terutama terkait kemampuan teknis dalam memahami sengketa yang berimplikasi kepada perhitungan pajak.

Sebagai pengambil keputusan, hakim dituntut tidak hanya memahami hukum, tapi juga memiliki kompetensi dalam menilai data, fakta dan memahami perhitungan pajak dengan benar.

Bagi wajib pajak, keputusan yang tidak akurat dapat menimbulkan kerugian material yang besar, mulai dari pembayaran pajak yang melebihi jumlah sebenarnya, hingga kehilangan hak yang semestinya diterima.

Di sisi lain, bagi negara pun, kesalahan perhitungan dapat berimplikasi akan potensi kehilangan penerimaan pajak yang seharusnya diperoleh ataupun pengeluaran yang seharusnya tidak dikeluarkan negara akibat dari putusan yang salah.

Kesalahan ini juga akan berdampak pada kepercayaan publik terhadap institusi pengadilan pajak di mana integritas lembaga peradilan pajak yang seharusnya dipandang mulia menjadi dipertanyakan oleh masyarakat akibat putusan pengadilan yang salah.

Putusan yang diambil oleh lembaga hukum harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan teori akuntabilitas publik yang dikemukakan oleh Mark Bovens (2007).

Namun kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa akurasi dalam putusan pajak masih menjadi tantangan besar.

Studi kasus

Salah satu kasus kesalahan perhitungan majelis hakim yang penulis kutip berasal dari PUTP3-010023.15/2018/PP/M.XIIB Tahun 2022.

Putusan ini merupakan pembetulan ketiga atas putusan sebelumnya yang juga mengalami kesalahan hitung, yaitu PUTP2-010023.15/2018/PP/M.XIIB Tahun 2022.

Dalam putusan awal, perhitungan pajak menyebutkan Pajak Penghasilan (PPh) terutang sebesar Rp 32.377.483.250, sedangkan setelah pembetulan yang benar seharusnya Rp 32.478.472.753.

Pembetulan putusan ketiga tersebut dilakukan akibat adanya surat permohonan pembetulan dari DJP dengan nomor S-1622/WPJ.02/KP.10/2022 tanggal 19 April 2022, yang diterima Pengadilan Pajak tanggal 9 Mei 2022.

Dalam putusan tersebut, majelis hakim menggunakan dasar hukum Pasal 66 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang berbunyi pemeriksaan acara cepat dapat dilakukan tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) atau kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, dalam putusan Pengadilan Pajak.

Berdasarkan SE- 41 tahun 2015 tentang Tata Cara Penanganan dan Pelaksanaan Putusan Banding, Putusan Gugatan, dan Putusan Peninjauan Kembali, Account Representative akan melakukan penelitian terkait kebenaran putusan seandainya ada kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, lalu membuat Surat Permohonan Pembetulan Putusan Pengadilan Pajak.

Namun praktiknya, beberapa putusan tidak dilakukan permohonan pembetulan, apalagi jika sengketa tersebut masih berhubungan dengan putusan lainnya yang masih belum diputus, misalnya terkait dengan kompensasi kerugian.

Peran dan tantangan majelis hakim pajak

Majelis hakim memainkan peran vital dalam penyelesaian sengketa pajak, khususnya dalam memastikan setiap putusan yang dihasilkan mencerminkan keadilan.

John Rawls mengemukakan bahwa prinsip keadilan harus memastikan distribusi yang adil dan merata dalam masyarakat.

Dalam konteks putusan pajak, hakim harus memastikan bahwa keputusan majelis hakim mencerminkan keadilan distributif, sehingga tidak merugikan wajib pajak.

Akuntabilitas dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan juga tak kalah penting untuk menjaga kepercayaan publik.

Menurut Mark Bovens, akuntabilitas publik merupakan mekanisme di mana pejabat publik, termasuk hakim, bertanggung jawab atas tindakan mereka dan dapat dimintai pertanggungjawaban.

Sebagai aktor yang mempertimbangkan putusan atas sengketa wajib pajak, majelis hakim tidak hanya bertugas menerapkan hukum, tetapi juga melakukan penilaian terhadap bukti-bukti, argumen, dan dokumen teknis yang sering kali bersifat kompleks.

Dalam konteks ini, tanggung jawab majelis hakim meluas ke dua aspek utama: menjamin akurasi perhitungan pajak dan menjaga legitimasi hukum dalam setiap putusan.

Hakim memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa proses penilaian dilakukan secara teliti, mulai dari memverifikasi bukti-bukti berupa dokumen, hingga mengevaluasi perhitungan matematis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa.

Putusan hakim yang tidak cermat atau keliru dapat menimbulkan dampak hukum yang signifikan, baik bagi wajib pajak maupun negara.

Mungkin saja terjadi pihak yang sebetulnya tidak bersalah justru dihukum, yang berhak malah kehilangan hak, dan yang seharusnya dibebani kewajiban malah lepas dari tanggung jawab.

Memang tugas ini tidaklah mudah. Kompleksitas peraturan perpajakan sering kali menuntut hakim untuk memahami aspek teknis yang tidak sepenuhnya tercakup dalam keahlian mereka.

Misalnya, dalam kasus sengketa terkait transaksi derivatif, majelis hakim harus mampu menilai kesesuaian perhitungan yang seharusnya dengan peraturan pajak yang berlaku, termasuk aturan teknis terkait transaksi finansial yang sangat cepat berubah.

Tantangan hakim menjadi kompleks di mana mereka harus memastikan independensi dan obyektivitas dalam memutuskan perkara, terutama dalam sengketa yang melibatkan DJP sebagai pihak yang bersengketa.

Selain itu, harus mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan negara sebagai pengumpul penerimaan pajak serta hak-hak wajib pajak sebagai subjek hukum.

Ditambah kemungkinan muncul tekanan politik, mengingat pajak merupakan sumber utama pendapatan negara.

Dalam konteks putusan pajak, penggunaan diskresi yang tepat oleh hakim sangat penting untuk mencapai keadilan substantif.

Hal ini sejalan dengan Dworkin (1986) yang menyatakan bahwa hakim memiliki diskresi dalam memutuskan kasus. Namun diskresi ini harus digunakan dengan integritas dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku .

Rekomendasi untuk meminimalkan kesalahan perhitungan

Sebagai institusi peradilan yang menangani sengketa perpajakan, Pengadilan Pajak memiliki peran strategis dalam menyeimbangkan hak dan kewajiban wajib pajak serta kepentingan fiskal negara.

Sebagai penentu akhir dalam sengketa perpajakan, majelis hakim tidak hanya dituntut memahami aspek hukum, tetapi juga harus mampu mengevaluasi data teknis dan perhitungan yang sering kali menjadi inti permasalahan.

Akurasi putusan yang dihasilkan menjadi cerminan dari integritas dan kualitas sistem peradilan itu sendiri.

Sayangnya, berbagai kasus menunjukkan bahwa kesalahan perhitungan dalam putusan pajak masih saja terjadi, menciptakan ketidakpastian hukum yang berpotensi merugikan kedua belah pihak.

Menanggapi permasalahan ini, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan agar kesalahan dalam putusan pajak tidak terus berulang.

Salah satunya adalah dengan memastikan bahwa hakim yang menangani sengketa pajak harus memahami hukum secara tekstual, sekaligus mengerti bagaimana sistem perpajakan bekerja, bagaimana pajak dihitung, serta bagaimana dampaknya terhadap wajib pajak dan negara.

Pemahaman holistik ini harus terbentuk sehingga hakim tidak hanya memutus berdasarkan keadilan prosedural atau legalistik.

Selain meningkatkan kompetensi individu, sistem peradilan pajak juga harus terbuka terhadap penggunaan teknologi untuk membantu verifikasi perhitungan dalam putusan pajak.

Bayangkan jika dalam setiap sidang sengketa pajak, majelis hakim memiliki akses ke perangkat lunak analisis pajak yang dapat secara otomatis menghitung ulang nilai yang disengketakan dan memberikan peringatan jika terjadi ketidaksesuaian perhitungan.

Hal ini tentu akan mengurangi risiko kesalahan akibat kekeliruan manusia dan menjadikan proses peradilan lebih akurat serta efisien.

Implementasi teknologi berbasis kecerdasan buatan seperti Artifisial Inteligen (AI) dapat membantu dalam hal ini. Sistem dapat membaca data, mencocokkannya dengan regulasi yang berlaku, dan memberikan perhitungan yang lebih akurat.

Di sisi lain, sistem pengawasan internal terhadap putusan pajak harus diperkuat. Selama ini, mekanisme pembetulan putusan baru bisa dilakukan setelah ada permintaan dari pihak yang merasa dirugikan.

Padahal dalam banyak kasus, wajib pajak yang mengalami kerugian akibat kesalahan putusan mungkin tidak menyadari bahwa terjadi kekeliruan dalam perhitungannya.

Oleh karena itu, mekanisme audit putusan pajak perlu ditingkatkan. Mahkamah Agung sebagai lembaga yang berwenang dalam melakukan pengawasan terhadap peradilan pajak dapat lebih aktif dalam mengevaluasi putusan-putusan yang memiliki implikasi besar terhadap penerimaan negara dan hak-hak wajib pajak, misalnya, dengan melakukan eksaminasi terhadap tren putusan pajak.

Mahkamah Agung dapat melakukan eksaminasi atas kualitas putusan secara agregat, yaitu dengan meninjau tren kesalahan dalam putusan pajak sebagai bagian dari evaluasi sistem peradilan.

Peningkatan pedoman yudisial bagi hakim pajak juga dapat dilakukan Mahkamah Agung jika banyak putusan pajak yang mengandung kesalahan hitung.

Misalnya, dengan mengeluarkan pedoman atau surat edaran yang memberikan standar teknis lebih ketat bagi hakim pajak dalam perhitungan pajak.

Dengan adanya pedoman atau surat edaran yang mengatur standar teknis dalam perhitungan pajak, diharapkan hakim memiliki acuan lebih jelas dalam mengambil putusan.

Publikasi putusan secara lebih luas akan membantu meningkatkan akuntabilitas dan memastikan bahwa kesalahan serupa tidak terus terjadi.

Publikasi ini sebagai alat monitoring publik sekaligus bahan pembelajaran bagi hakim lain serta para pihak yang terlibat dalam sengketa pajak.

Jika sistem ini dapat diperbaiki, maka kepercayaan publik terhadap keadilan dalam sistem perpajakan dapat meningkat.

Sebaliknya, jika kesalahan perhitungan terus terjadi, maka skeptisisme terhadap kredibilitas pengadilan pajak hanya akan semakin besar.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau