Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firman Muttaqien
Tax Advisor and Attorney

Mahasiswa Magister Hukum Universitas Sahid

Kesalahan Hitung Putusan Pengadilan Pajak

Kompas.com - 12/02/2025, 11:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam putusan awal, perhitungan pajak menyebutkan Pajak Penghasilan (PPh) terutang sebesar Rp 32.377.483.250, sedangkan setelah pembetulan yang benar seharusnya Rp 32.478.472.753.

Pembetulan putusan ketiga tersebut dilakukan akibat adanya surat permohonan pembetulan dari DJP dengan nomor S-1622/WPJ.02/KP.10/2022 tanggal 19 April 2022, yang diterima Pengadilan Pajak tanggal 9 Mei 2022.

Dalam putusan tersebut, majelis hakim menggunakan dasar hukum Pasal 66 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang berbunyi pemeriksaan acara cepat dapat dilakukan tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) atau kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, dalam putusan Pengadilan Pajak.

Berdasarkan SE- 41 tahun 2015 tentang Tata Cara Penanganan dan Pelaksanaan Putusan Banding, Putusan Gugatan, dan Putusan Peninjauan Kembali, Account Representative akan melakukan penelitian terkait kebenaran putusan seandainya ada kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, lalu membuat Surat Permohonan Pembetulan Putusan Pengadilan Pajak.

Namun praktiknya, beberapa putusan tidak dilakukan permohonan pembetulan, apalagi jika sengketa tersebut masih berhubungan dengan putusan lainnya yang masih belum diputus, misalnya terkait dengan kompensasi kerugian.

Peran dan tantangan majelis hakim pajak

Majelis hakim memainkan peran vital dalam penyelesaian sengketa pajak, khususnya dalam memastikan setiap putusan yang dihasilkan mencerminkan keadilan.

John Rawls mengemukakan bahwa prinsip keadilan harus memastikan distribusi yang adil dan merata dalam masyarakat.

Dalam konteks putusan pajak, hakim harus memastikan bahwa keputusan majelis hakim mencerminkan keadilan distributif, sehingga tidak merugikan wajib pajak.

Akuntabilitas dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan juga tak kalah penting untuk menjaga kepercayaan publik.

Menurut Mark Bovens, akuntabilitas publik merupakan mekanisme di mana pejabat publik, termasuk hakim, bertanggung jawab atas tindakan mereka dan dapat dimintai pertanggungjawaban.

Sebagai aktor yang mempertimbangkan putusan atas sengketa wajib pajak, majelis hakim tidak hanya bertugas menerapkan hukum, tetapi juga melakukan penilaian terhadap bukti-bukti, argumen, dan dokumen teknis yang sering kali bersifat kompleks.

Dalam konteks ini, tanggung jawab majelis hakim meluas ke dua aspek utama: menjamin akurasi perhitungan pajak dan menjaga legitimasi hukum dalam setiap putusan.

Hakim memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa proses penilaian dilakukan secara teliti, mulai dari memverifikasi bukti-bukti berupa dokumen, hingga mengevaluasi perhitungan matematis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa.

Putusan hakim yang tidak cermat atau keliru dapat menimbulkan dampak hukum yang signifikan, baik bagi wajib pajak maupun negara.

Mungkin saja terjadi pihak yang sebetulnya tidak bersalah justru dihukum, yang berhak malah kehilangan hak, dan yang seharusnya dibebani kewajiban malah lepas dari tanggung jawab.

Memang tugas ini tidaklah mudah. Kompleksitas peraturan perpajakan sering kali menuntut hakim untuk memahami aspek teknis yang tidak sepenuhnya tercakup dalam keahlian mereka.

Misalnya, dalam kasus sengketa terkait transaksi derivatif, majelis hakim harus mampu menilai kesesuaian perhitungan yang seharusnya dengan peraturan pajak yang berlaku, termasuk aturan teknis terkait transaksi finansial yang sangat cepat berubah.

Tantangan hakim menjadi kompleks di mana mereka harus memastikan independensi dan obyektivitas dalam memutuskan perkara, terutama dalam sengketa yang melibatkan DJP sebagai pihak yang bersengketa.

Selain itu, harus mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan negara sebagai pengumpul penerimaan pajak serta hak-hak wajib pajak sebagai subjek hukum.

Ditambah kemungkinan muncul tekanan politik, mengingat pajak merupakan sumber utama pendapatan negara.

Dalam konteks putusan pajak, penggunaan diskresi yang tepat oleh hakim sangat penting untuk mencapai keadilan substantif.

Hal ini sejalan dengan Dworkin (1986) yang menyatakan bahwa hakim memiliki diskresi dalam memutuskan kasus. Namun diskresi ini harus digunakan dengan integritas dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku .

Rekomendasi untuk meminimalkan kesalahan perhitungan

Sebagai institusi peradilan yang menangani sengketa perpajakan, Pengadilan Pajak memiliki peran strategis dalam menyeimbangkan hak dan kewajiban wajib pajak serta kepentingan fiskal negara.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau