KOMPAS.com - Kejernihan informasi berperan penting dalam situasi bencana. Sebab, informasi yang tepat akan membantu proses mitigasi untuk mengurangi dampak bencana.
Biasanya, semakin genting situasi bencana maka masyarakat semakin berlomba-lomba untuk mengabarkannya demi mengurangi kecemasan mereka sendiri.
Tindakan itu sering dilakukan tanpa mengecek dua kali keakuratan informasinya.
Misalnya bencana gempa yang belakangan terjadi. Semenanjung Kamchatka, Rusia dilanda gempa magnitudo 8,7 pada Selasa (29/7/2025) pukul 23.24 waktu setempat atau Rabu (30/7/2025) pukul 06.24 WIB.
Tim Cek Fakta Kompas.com menemukan sedikitnya 15 konten bermuatan informasi keliru yang beredar sejak terjadinya gempa, hingga Senin (4/8/2025).
Hanya dalam waktu kurang dari seminggu, konten-konten itu disebarkan oleh ratusan, bahkan ribuan akun dan dikonsumsi oleh jutaan pengguna media sosial.
Akar masalah misinformasi seputar kebencanaan ada pada kesenjangan literasi digital dan pengetahuan.
Maka, simak tips berikut agar menghindari menjadi pelaku penyebar hoaks atau misinformasi di tengah situasi bencana.
Ketidakpastian dalam situasi mengancam yang disandingkan dengan terbatasnya informasi, dapat menjadi celah munculnya informasi keliru.
Di sisi lain, media sosial dapat mendistribusikan informasi lebih cepat dan luas dibanding sumber berita tradisional.
Jadi, ketika menerima informasi seputar kebencanaan dalam bentuk teks, gambar, video, bahkan audio di media sosial, jangan buru-buru disebar ulang.
Coba cek kembali, apakah informasi serupa diwartakan oleh media kredibel atau diinformasikan melalui situs web resmi pemerintah.
Jika tidak yakin akan keakuratannya, lebih baik urungkan dulu niat untuk menyebarluaskannya.
Tidak apa-apa tidak menjadi yang paling cepat menyebarkan informasi, daripada menyajikan informasi keliru kepada orang lain.
Menyebarkan informasi tanpa mengeceknya terlebih dahulu, berisiko menimbulkan kecemasan dan ketakutan yang lebih luas.