KOMPAS.com — Sifan masih ingat betul masa-masa dirinya nyaris putus sekolah. Namun, saat ada informasi pendaftaran sekolah rakyat, impiannya menjadi dokter kembali terbuka.
Sifan Alyori adalah siswa SMA sekolah rakyat 13 Bekasi. Saat pendaftaran sekolah rakyat, ia juga sempat menyerah karena kabarnya ia tidak lolos.
“Katanya saya hampir tidak lolos, tapi alhamdulillah akhirnya bisa dan saya bahagia banget. Bisa lanjutkan cita-cita saya untuk sekolah lagi dan suatu hari masuk perguruan tinggi,” tutur Sifan dilansir dari Kemensos.
Siswa berusia 1 tahun ini meraih cita-cita menjadi dokter bedah orthopedi. Karena itu, saat dinyatakan lolos ia langsung bergegas menyiapkan diri.
Baca juga: Kisah Supardin, Anak Petani yang Kini Jadi Guru Besar Kampus Negeri
Momen pertama kali masuk Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 13 Bekasi, Jawa Barat pada 14 Juli lalu masih terpatri jelas dalam ingatannya. Ia datang ditemani ibunya dengan naik angkutan umum.
“Kalau tidak masuk Sekolah Rakyat, mungkin saya berhenti setahun, kerja dulu untuk kebutuhan sehari-hari dan kumpulin uang buat sekolah. Saya pernah bantu-bantu parkir, jadi tukang cuci piring, jualan es, pokoknya apa saja yang bisa dilakukan,” ungkap Sifan.
Sejak kecil, Sifan tumbuh bersama sang ibu di kawasan Jakasampurna, Bekasi Barat. Ayahnya meninggal ketika ia baru berusia empat bulan. Ibunya pun menjadi satu-satunya penopang keluarga meskipun sedang berjuang melawan kanker perut ganas.
“Kadang Ibu mencari pekerjaan dari rumah orang. Kalau ada yang butuh bantuan bersih-bersih, Ibu kerjakan. Jadi serabutan, apa saja yang ada,” kata Sifan.
Di tengah keterbatasan itu, ia turut membantu sebisanya di rumah. Tak lupa ia menyempatkan waktu untuk belajar dan membaca buku-buku pinjaman dari sekolah. Semangatnya untuk melanjutkan pendidikan membawanya mengenal Sekolah Rakyat, program yang digagas Presiden Prabowo Subianto melalui Kementerian Sosial.
“Saya kaget saat pertama kali pas dibilang sekolah ini tidak berbayar. Karena sebelumnya ada sekolah lain yang biaya masuknya besar, sementara saya dan ibu kurang mampu. Jadi hadirnya Sekolah Rakyat itu seperti jawaban doa,” ungkap Sifan.
Baca juga: Kisah Bayu, dari Guru Honorer Gaji Rp 250.000 Per Bulan, Kini Mengajar Sekolah Rakyat
Namun, sang ibu sempat diliputi rasa ragu. Baginya, terdengar hampir mustahil ada sekolah gratis tanpa biaya sepeser pun, apalagi masih ditambah dengan berbagai fasilitas unggulan yang biasanya hanya bisa ditemui di sekolah berbayar.
“Awalnya ibu mikir-mikir, kayak ini beneran enggak? Kayak terlalu ajaib ada sekolah gratis. Saya yang meyakinkan ibu sampai akhirnya setuju,” kata Sifan.
Keyakinannya muncul karena ia bermimpi menjadi dokter bedah orthopedi. Ia sudah menimbang-nimbang jalur pendidikan tinggi, antara dalam negeri maupun luar negeri.
“Kalau di luar negeri saya ingin ke Universitas Yonsei, Korea kalau di Indonesia mungkin UI atau UGM,” katanya penuh tekad.
Ia sadar, jalan menuju impian itu panjang, apalagi kondisi ekonomi keluarganya kerap membuatnya berpikir realistis.
Di balik semua cerita perjuangannya, Sifan menaruh harapan besar. “Harapan untuk diri saya sendiri tuh tetap bertahan, harus disiplin, semangat belajar, dan terus menggapai cita-cita,” katanya tegas.
Ia juga berdoa agar sang Ibu sehat, panjang umur, dan bisa melihatnya sukses. “Saya ingin bisa membahagiakan Ibu dan suatu saat membawa beliau ke Tanah Suci,” pungkasnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini