Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sheila Maulida Fitri
Pengacara

Pengacara dan pemerhati hukum pidana siber

Kriminalisasi Guru: Hukum Pidana Tak Lagi "Ultimum Remedium"

Kompas.com - 06/11/2024, 14:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tahap ini memegang peranan penting dalam menyaring suatu perkara. Jika memang ditemukan mens rea, maka bisa dilanjutkan. Sebaliknya, apabila tidak ada, maka kasus bisa dihentikan.

Sementara kecenderungan saat ini semua perkara dilanjutkan sampai ke tingkat pembuktian di persidangan, sehingga membuat masyarakat merasa bahwa segala sesuatu harus diproses secara pidana.

Padahal sejatinya penerapan hukum pidana harus berdasarkan asas "Ultimum Remedium".

Asas "Ultimum Remedium" berarti norma atau kaidah dalam bidang hukum lain seperti hukum tata negara dan hukum tata usaha negara harus diselesaikan dengan penggunaan sanksi administrasi.

Begitu pula norma-norma dalam bidang hukum perdata harus diutamakan diselesaikan dengan sanksi perdata.

Namun, jika sanksi administrasi dan sanksi perdata dinilai belum cukup untuk mencapai tujuan guna menciptakan ketertiban dan menyelesaikan permasalahan di masyarakat, maka baru digunakan sanksi pidana sebagai senjata pamungkas (terakhir).

Dengan kata lain, apabila suatu perkara masih dapat diselesaikan melalui upaya hukum lain seperti cara kekeluargaan, negosiasi, mediasi, ataupun hukum administrasi, maka hendaknya jalur tersebut terlebih dahulu dilalui sebelum memutuskan menempuh penyelesaian hukum secara pidana.

Hal ini bukan tanpa alasan. Sanksi hukum pidana yang sebagian besar diterapkan adalah sanksi perampasan kemerdekaan.

Jika tidak diterapkan dengan hati-hati, maka berpotensi melanggar hak-hak konstitusional warga negara. Atas dasar itu, rentan terjadi penyalahgunaan jika tujuan pemidanaan adalah sebagai bentuk balas dendam.

Hukum pidana jadi "Primum Remedium"

Kecenderungan penegakan hukum saat ini menerapkan hukum pidana secara berlebihan (overspanning van het straftrecht). Padahal, esensi hukum pidana adalah sebagai "senjata pamungkas atau senjata terakhir" (Ultimum Remedium).

H.G de Bunt berpendapat bahwa hukum pidana dapat menjadi "Primum Remedium" (senjata pertama) hanya dalam kondisi korban atau kerugian menimbulkan dampak yang sangat besar, pelaku merupakan residivis dan kerugian tidak dapat dipulihkan.

Namun demikian, pada prinsipnya hukum pidana sudah seharusnya ditempatkan sebagai instrumen terakhir karena sejatinya hukum pidana merupakan hukum yang tajam, paling keras di antara instrumen hukum lain.

Oleh karena itu, penetapan sanksi pidana harus dilakukan secara terukur dan hati-hati karena terkait kebijakan peniadaan hak konstitusional dan hak asasi manusia seorang individu dan sebagai warga negara.

Kriminalisasi berlebihan nyatanya memunculkan permasalahan baru. Salah satunya adalah kelebihan kapasitas pada rumah tahanan (Rutan) dan lembaga pemasyarakatan yang kini mencapai angka 97 persen.

Hal ini juga membawa problem turunan seperti fenomena kerusuhan di Lapas yang berulang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Kurang maksimalnya pengawasan oleh petugas Rutan atau Lapas akibat jumlah petugas pengamanan yang tidak sebanding dengan jumlah warga binaan sehingga masih sering dijumpai adanya tindak pidana yang dikendalikan dari dalam Lapas.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau