MELBOURNE, KOMPAS.com - Menjadi pengantar makanan di Australia adalah satu pekerjaan yang digemari banyak mahasiswa dan pemegang Working Holiday Visa (WHV) asal Indonesia.
Salah satunya adalah Tiwi Rizqi, yang datang ke Melbourne, untuk mendampingi suaminya yang sedang kuliah S2 jurusan teaching.
Baca juga: Kisah WNI Jadi Ilmuwan AI di London, Satu-satunya Orang Indonesia yang Kembangkan Gemini
"Karena saya juga punya anak, jadi saya tidak bisa kerja yang full-time," ujar Tiwi kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.
"Kebetulan saya orangnya suka keluar, jadi kenapa enggak saya sambil main keluar tapi menghasilkan uang? Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil (pekerjaan) Uber Eats."
Uber Eats adalah platform pemesanan makanan daring yang diluncurkan oleh perusahaan Uber pada Agustus 2014.
Dengan menggunakan e-bike atau sepeda listrik, Tiwi mengaku bisa bekerja selama lima hari dalam seminggu.Â
Setiap harinya, ia bisa bekerja selama empat jam.
Fleksibilitas yang ditawarkan pekerjaan ini membuatnya populer di kalangan mahasiswa asal Indonesia, menurut Tiwi.
"Banyak yang menarik Uber, ada yang pakai sepeda, ada juga yang pakai mobil," ujarnya.
Sebagai profesi yang bisa dilakukan siapa saja, para pengamat memperingatkan agar para pengirim makanan terus berhati-hati.
Peringatan ini dikeluarkan setelah terungkapnya sejumlah pelanggaran di jalan raya yang bisa mengancam keselamatan, menurut sebuah penelitian yang dilakukan Monash University dalam laporan yang ditugaskan oleh Victorian Automotive Chamber of Commerce (VACC).
Salah satu jenis pelanggaran yang sering ditemukan adalah memodifikasi sepeda yang bisa membahayakan pengemudinya.
Doni, kurir pengantar makanan asal Indonesia yang meminta agar identitasnya disamarkan, sempat memodifikasi sepeda listriknya demi bisa mengejar bonus.
"Dulu (saya) juga pakai e-bike yang ilegal... Alasannya karena kita butuh orderan antar cepat, apalagi kalau kita sedang ada quest," ujarnya.