NEW YORK, KOMPAS.com - Lebih dari 140 pemimpin dunia akan hadir dalam KTT tahunan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat (AS) pekan depan. Isu masa depan Palestina dan Gaza diperkirakan menjadi pembahasan utama.
Presiden Palestina Mahmud Abbas dipastikan absen setelah Washington menolak memberikan visa kepadanya beserta rombongan delegasi.
Meski demikian, Majelis Umum akan menggelar pemungutan suara pada Jumat untuk memungkinkan Abbas menyampaikan pidato lewat tautan video.
Baca juga: Bagaimana Israel Diduga Melakukan Genosida di Gaza? Ini Penjelasan PBB dan Aktivis HAM
Pertemuan tingkat tinggi ini berlangsung di tengah krisis kemanusiaan yang berkepanjangan di Gaza.
Situasi tersebut bermula dari serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023, yang kemudian memicu agresi militer Israel selama dua tahun terakhir.
Arab Saudi dan Perancis dijadwalkan memimpin pertemuan pada Senin (22/9/2025) untuk membahas solusi dua negara. Forum itu menargetkan Israel dan Palestina dapat hidup berdampingan secara damai.
Perancis disebut-sebut siap menjadi salah satu negara Barat yang secara resmi mengakui Palestina. Langkah ini menyusul keputusan Majelis Umum PBB yang mendukung pembentukan negara Palestina tanpa keterlibatan Hamas.
Menurut analis International Crisis Group, Richard Gowan, pengakuan simbolis ini bisa berdampak nyata apabila negara-negara terkait menindaklanjuti dengan tekanan terhadap Israel.
“Itu bisa memaksa Israel untuk mengakhiri kampanyenya di Gaza,” ujarnya, dikutip dari AFP pada Jumat (19/9/2025).
Namun, Gowan juga mengingatkan adanya risiko pembalasan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Netanyahu dijadwalkan berpidato di forum PBB dengan menegaskan bahwa tidak akan ada negara Palestina selama ia berkuasa.
Baca juga: Warga Palestina Kembali Mengungsi Saat Bom Israel Hujani Gaza
Amerika Serikat, sekutu utama Israel, menolak pengakuan tersebut. Pemerintahan Presiden Donald Trump juga berkomitmen menolak visa bagi pejabat Palestina.
Trump sejak kembali ke Gedung Putih memangkas besar-besaran bantuan luar negeri, termasuk untuk lembaga PBB, padahal kebutuhan kemanusiaan terus meningkat.
Situasi ini memperparah krisis keuangan yang membayangi PBB saat organisasi itu merayakan hari jadinya yang ke-80.
“Norma-norma melemah ketika negara-negara kuat, termasuk anggota tetap Dewan Keamanan, terlibat dalam pelanggaran hukum humaniter internasional, seperti di Gaza, Ukraina, dan tempat lain,” kata Federico Borello, Direktur Eksekutif Sementara Human Rights Watch.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan, dunia menuntut aksi nyata. “Masyarakat menuntut jawaban dan tindakan, tindakan yang sesuai dengan beratnya tantangan yang dihadapi dunia kita,” katanya.
Selain isu Palestina, agenda lain yang akan mewarnai pertemuan ini mencakup perang di Ukraina, situasi di Sudan, perubahan iklim, hingga program nuklir Iran.
Presiden Suriah Ahmed Al Sharaa menjadi salah satu peserta baru yang mendapat sorotan. Ia hadir hampir setahun setelah pasukannya menggulingkan Bashar Al Assad, dengan tantangan besar membangun kembali Suriah pascaperang saudara.
Baca juga: Serangan Israel Tewaskan 53 Warga Gaza, KTT Doha Sebut Tindakan Barbar
Dari Amerika Selatan, Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva akan memimpin bersama Guterres pertemuan puncak iklim pada Rabu.
Forum ini diperkirakan menghasilkan komitmen baru pengurangan emisi, sebagai persiapan menuju Konferensi Perubahan Iklim PBB COP30 di Brasil.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini