Salah satu isu yang kerap diperbincangkan dalam industri sektor pertambangan adalah lelang wilayah tambang. Lelang merupakan proses yang harus dilalui bagi setiap pihak yang berkehendak memiliki izin usaha pertambangan.
Tahun ini, setidaknya terdapat delapan blok Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang diumumkan untuk proses lelang oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara.
WIUP tersebut antara lain Blok Lolayan di Bolaang Mongondow Sulawesi Utara (emas), Blok Taludaa di Bone Bolango Gorontalo (tembaga), Blok Pasiang di Polewali Mandar Sulawesi Barat (galena), Blok Pumlanga di Halmahera Timur Maluku Utara (nikel).
Kemudian Blok Ulu Rawas di Musi Rawas Utara Sumatera Selatan (bijih besi), Blok Bayung Lencir di Musi Banyuasin Sumsel (batu bara), Blok Tumbang Nusa di Kapuas Kaltim (batu bara), dan Blok Natai Baru di Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah (batu bara).
Berkaitan dengan hal tersebut, layak diketahui bagaimana mekanisme hukum lelang wilayah tambang di Indonesia?
Penyiapan dan Penetapan WIUP
Salah satu dasar hukum untuk pelaksanaan lelang wilayah tambang dapat ditemukan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Permen ESDM No. 7 Tahun 2020).
Pada Pasal 1 angka 11 Permen ESDM No. 7 Tahun 2020 didefinisikan bahwa lelang adalah cara penawaran WIUP atau WIUPK dalam rangka pemberian IUP Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, IUPK Eksplorasi, dan/atau IUPK Operasi Produksi mineral logam dan batu bara.
Lelang wilayah tambang didahului dengan proses penyiapan WIUP oleh Direktur Jenderal. Apabila merujuk pada definisi pada Pasal 1 angka 33 Permen ESDM No. 7 Tahun 2020, maka pihak yang dimaksud adalah Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba), Kementerian ESDM.
Proses penyiapan WIUP oleh Direktur Jenderal tertuang dalam Pasal 5 ayat (1) Permen ESDM No. 7 Tahun 2020.
Pada ketentuan tersebut pada intinya diatur bahwa Direktur Jenderal menyiapkan WIUP mineral logam atau WIUP batu bara dalam Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) yang telah ditetapkan, untuk ditawarkan dengan cara lelang kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan.
WIUP yang dilelang merupakan Wilayah Pertambangan (WP) yang ditetapkan menjadi WUP oleh menteri.
Penetapan tersebut dilakukan setelah WUP ditentukan oleh gubernur berdasarkan hasil koordinasi dengan bupati/wali kota.
Lebih lanjut, diatur bahwa WUP terdiri atas radioaktif, mineral logam, batu bara, mineral bukan logam, dan batuan. Hal ini diatur dalam Pasal 3 Permen ESDM No. 7 Tahun 2020.
Pada Pasal 10 Permen ESDM No. 7 Tahun 2020, diatur bahwa menteri menetapkan WIUP mineral logam, WIUP batu bara, WIUPK mineral logam, dan/atau WIUPK batu bara berdasarkan usulan Direktur Jenderal.
Menteri pun dapat menolak usulan penetapan WIUP mineral logam dan/atau WIUP batu bara yang ditentukan gubernur berdasarkan hasil evaluasi teknis dan/atau ekonomi oleh Direktur Jenderal.
Sementara itu, berkaitan dengan definisi WP dan WUP, dapat ditemukan penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No. 3 Tahun 2020).
Pasal 1 angka 29 UU No. 3 Tahun 2020 mendefinisikan WP sebagai wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batu bara dan tidak terikat dengan Batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
Kemudian, Pasal 1 angka 30 UU No. 3 Tahun 2020 mendefinisikan WUP adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi.
Pemberian WIUP dan lelang wilayah tambang
Pada tataran normatif, diatur bahwa WIUP mineral logam dan WIUP batu bara yang telah ditetapkan, diberikan oleh menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya dengan cara lelang kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Menteri ESDM telah menerbitkan pedoman teknis dalam Keputusan Menteri ESDM No. 258.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Pedoman Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Mineral Logam dan Batubara (Kepmen ESDM No. 258 Tahun 2023).
Pada beleid tersebut pada intinya ditegaskan bahwa pemberian WIUP mineral logam dan WIUP batu bara oleh Menteri ESDM dilakukan dengan cara lelang.
Lebih lanjut, diatur bahwa lelang dilakukan dengan dua ketentuan. Pertama, untuk luasan wilayah ≤500 (kurang dari atau sama dengan lima ratus) hektare dapat diikuti oleh BUMD setempat, Badan Usaha Swasta Nasional, koperasi, dan perusahaan perseorangan.
Kedua, untuk luasan wilayah >500 (lebih dari lima ratus) hektare dapat diikuti oleh BUMN, BUMD, Badan Usaha Swasta Nasional, badan usaha swasta dalam rangka penanaman modal asing, dan koperasi.
Sebelum memberikan dengan cara lelang, menteri mengumumkan secara terbuka rencana lelang dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender atau paling cepat 60 (enam puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan lelang.
Pengumuman paling sedikit memuat informasi mengenai: luas batas, peta, dan koordinat; nilai KDI dan informasi penggunaan lahan; persyaratan peserta lelang; dan jadwal pelaksanaan lelang.
Pengaturan tentang lelang wilayah tambang dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP No. 96 Tahun 2021).
Pada Pasal 23 PP No. 96 Tahun 2021 pada intinya diatur bahwa prosedur lelang WIUP mineral logam atau WIUP Batubara dilakukan dengan 2 (dua) tahap yang terdiri atas tahap prakualifikasi dan tahap kualifikasi.
Pada tahap prakualifikasi panitia lelang melakukan evaluasi terhadap dokumen persyaratan administratif, teknis dan pengelolaan lingkungan, serta finansial. Kemudian, dalam tahap kualifikasi, panitia lelang melakukan evaluasi terhadap penawaran harga lelang.
PP No. 96 Tahun 2021 mengatur secara tegas bahwa panitia lelang harus melaksanakan prosedur lelang secara transparan dan akuntabel.
Lebih lanjut, diatur pula bahwa hasil pelaksanaan lelang dilaporkan oleh panitia lelang kepada menteri.
Kemudian, pada Pasal 25 PP No. 96 Tahun 2021 pada intinya diatur bahwa menteri berdasarkan laporan dari panitia lelang menetapkan pemenang lelang dan selanjutnya diberitahukan secara tertulis kepada pemenang lelang.
Lebih lanjut, setelah pemberitahuan diterima, pemenang lelang wajib membayar seluruh nilai kompensasi data informasi sesuai dengan nilai penawaran lelang dalam jangka waktu paling lambat 7 (hari) kerja sejak pengumuman pemenang lelang.
Untuk diketahui pula bahwa pada angka 10 Lampiran II Kepmen ESDM No. 258 Tahun 2023 diatur pula tentang masa sanggah dalam pelaksanaan lelang.
Pada intinya dinyatakan bahwa peserta lelang yang merasa dirugikan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan peserta lelang lainnya, dapat mengajukan sanggahan kepada panitia lelang dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah pengumuman daftar peringkat pemenang lelang.
Sanggahan dapat dilakukan apabila saat proses evaluasi ditemukan beberapa hal. Pertama, penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen lelang.
Kedua, rekayasa tertentu sehingga menghalangi terjadinya persaingan yang sehat.
Ketiga, penyalahgunaan wewenang oleh panitia lelang atau pejabat yang berwenang lainnya. Sanggahan pun harus disertai bukti terjadinya dugaan pelanggaran.
Dalam hal peserta lelang menyampaikan sanggahan kepada panitia lelang melewati batas waktu 2 (dua) hari kerja setelah pengumuman daftar peringkat pemenang lelang, maka sanggahan tidak diterima.
https://www.kompas.com/konsultasihukum/read/2024/10/20/060000980/mekanisme-hukum-lelang-wilayah-izin-usaha-pertambangan