Mendalami kekhasan dalam masyarakat lokal seperti penyelesaian sengketa maupun perwujudan nilai-nilai hukum harus diakomodasi ke tingkat nasional sebagai sumber utama pembentukan hukum.
Oleh sebab itu, case-based approach dalam pendidikan hukum terkini juga muncul sebagai perkembangan dari aliran hukum ini.
Kelemahan dari pemikiran ini adalah terlalu meninggalkan hukum yang bersifat dogmatis, sehingga efektivitas dalam penegakan hukum menjadi rendah.
Keempat, melengkapi kelemahan dalam historical school of law, terdapat pemikiran dalam filsafat hukum yang disebut sebagai sociological jurisprudence. Pemikiran ini mencoba menempatkan porsi yang seimbang antara hukum sebagai bentuk dan hukum sebagai isi.
Dari segi bentuk, hukum haruslah bersifat formal demi menjamin kepastian hukum. Sedangkan dari segi isi, moralitas dan nilai-nilai haruslah bersumber dari kenyataan masyarakat.
Proses akomodasi pemikiran ini kedalam pendidikan hukum kita adalah dengan menjadikan dialog (socratic method) sebagai prinsip pembelajaran.
Hal ini berfungsi untuk menggali aspirasi dan ide dari mahasiswa yang dianggap memiliki bekal pengetahuan. Sehingga, dosen tidak menjadi pengajar melainkan lebih sebagai fasilitator dalam menggiring ide yang ada ke dalam konstruksi hukum yang formal.
Seharusnya, pembentukan substansi pendidikan hukum kita perlu mempertimbangkan keempat epistemologi tersebut untuk mencari bentuk terbaik dan seimbang.
Sebab, semua persoalan yang dikemukakan dalam artikel a quo merupakan soal klasik yang hanya perlu diputuskan bentuk yang akan digunakan.
Dalam rangka mencegah salah langkah pendidikan hukum, perlu ada pencermatan tentang tantangan apa yang tengah dihadapi.
Sebagai contoh, degradasi moral pengemban hukum, overburden pendidik dan pengajar hukum, pragmatisme pendidikan tinggi, dan lainnya.
Upaya lebih sistematis untuk menyisir soal tersebut satu persatu perlu berangkat dengan mengapresiasi dasar pemikiran yang sama. Meskipun hal ini tidak berarti bahwa setiap institusi pendidikan tinggi hukum harus diseragamkan.
Sudah saatnya kita mengapresiasi karakteristik dalam epistemologi pendidikan hukum. Beberapa di antaranya adalah menjaga kualitas berpikir logis lulusan hukum, meningkatkan kemampuan praktis kaitannya dengan profesi hukum, menghadirkan keberpihakan kepada aspirasi masyarakat, serta membuka ruang dialog dalam pembelajaran hukum.
Harapannya, bila pendidikan hukum berhasil menerapkan hal tersebut, keadilan paripurna yang kita cita-citakan semoga terejawantahkan.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini