GAZA, KOMPAS.com – Tank dan pasukan Israel terus bergerak maju di tengah penghancuran sistematis Kota Gaza dari darat, laut, dan udara. Namun, bagi para dokter di Rumah Sakit Al Shifa, meninggalkan pasien bukanlah pilihan.
Al Shifa dulunya merupakan rumah sakit terbesar di Jalur Gaza. Kini, sebagian besar kompleks medis itu tinggal puing-puing.
Setelah berulang kali dibombardir sejak perang Israel-Hamas meletus pada Oktober 2023. Meski begitu, rumah sakit ini tetap menjadi simbol ketahanan bagi warga Palestina.
Baca juga: Apa Arti Pengakuan Negara Palestina, Simbolis atau Nyata di Lapangan?
Sisa bangunan yang masih berdiri terpaksa difungsikan ulang. Bekas klinik kini menjadi unit gawat darurat. Bagian departemen bedah yang hancur diubah menjadi ruang perawatan intensif bagi pasien yang terluka parah.
Tidak hanya pasien, banyak warga Palestina yang terlantar akibat serangan juga bertahan hidup di area rumah sakit meski menghadapi kelaparan dan ancaman serangan berulang.
Seorang dokter sukarelawan asal Australia yang bertugas di Gaza menggambarkan betapa berat kondisi kerja di rumah sakit tersebut.
"Betapa tangguhnya yang saya lihat pada para dokter ini, mereka benar-benar pahlawan," ujarnya dikutip dari Al Jazeera pada Minggu (21/9/2025).
Ia menambahkan bahwa para dokter, perawat, dan mahasiswa kedokteran tinggal dan bekerja di dalam kompleks rumah sakit.
"Kami baru dua minggu di sini, dan kami sungguh tak habis pikir betapa besarnya trauma dan kerja keras yang kami alami. Saya rasa tak ada manusia yang mampu bertahan hidup dan menoleransi apa yang kami alami," lanjutnya.
Baca juga: Presiden Suriah Ahmed Al Sharaa Menuju AS, Siap Berpidato di Sidang Umum PBB
Direktur Rumah Sakit Al Shifa, Dr. Muhammad Abu Salmiya, juga berusaha memberikan teladan meski dalam kondisi mengerikan.
Ia sempat ditahan lebih dari tujuh bulan di penjara Israel dengan tuduhan bahwa Hamas menggunakan Al Shifa sebagai basis operasi. Tuduhan itu tidak pernah terbukti, dan ia dibebaskan tanpa dakwaan resmi.
Abu Salmiya mengaku mengalami penyiksaan dan penghinaan selama berada di tahanan militer Israel.
Lebih memilukan lagi, pada Sabtu lalu, serangan udara Israel menewaskan sedikitnya lima anggota keluarganya di rumah. Ia menyaksikan langsung jenazah saudara laki-laki, saudara ipar, dan anak-anak mereka dibawa ke Al Shifa.
“Tim medis kami masih menjalankan misi kemanusiaan mereka di kompleks rumah sakit ini di bawah tekanan berat,” kata Abu Salmiya kepada Ibrahim Al Khalili dari Al Jazeera.
“Pesan mereka berlanjut, kami melayani pasien dan yang terluka sebaik mungkin,” tambahnya.
Baca juga: Gempuran ke Gaza Berlanjut, 2 Proyektil Diluncurkan Balik ke Israel
Al Shifa hanyalah satu dari sekian banyak fasilitas kesehatan di Gaza yang mengalami kehancuran hampir total akibat serangan Israel. Sebagian besar infrastruktur di wilayah yang terkepung itu kini berubah menjadi reruntuhan.
Dr. Ahmed Al Farra, direktur pediatri Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Gaza selatan, menyampaikan solidaritasnya kepada semua tenaga medis yang menghadapi kondisi serupa.
“Sejak awal perang ini, Israel telah menyerang dan menargetkan tim medis, bahkan dengan memenjarakan mereka dan menargetkan keluarga mereka,” kata dia.
“Jika Anda berada di Gaza, Anda dibunuh dengan segala cara,” tegasnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini