Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri 21 Gram: Eksperimen Mengukur Berat Jiwa Manusia

Kompas.com - 22/09/2025, 08:20 WIB
Wisnubrata

Penulis

KOMPAS.com - Apakah jiwa manusia punya berat? Pertanyaan itu mungkin terdengar aneh, tapi di awal abad ke-20, seorang dokter bernama Duncan MacDougall berani mencari jawabannya. Ia percaya bahwa jika kesadaran dan kepribadian tetap ada setelah kematian, maka jiwa pasti memiliki massa yang dapat diukur.

Pada awal 1900-an, MacDougall merancang sebuah timbangan khusus untuk menimbang pasien yang sedang sekarat. Salah satu pasien pertamanya adalah seorang pria penderita tuberkulosis. Dalam pengawasan dokter, pria itu meninggal — dan jarum timbangan mendadak bergerak turun.

Hasilnya mengejutkan: tubuh pasien kehilangan 21 gram tepat pada saat kematian. MacDougall menyimpulkan bahwa 21 gram itulah berat jiwa manusia.

Eksperimen ini kemudian dikenal sebagai “21 Grams Experiment” dan menjadi bahan perdebatan panjang selama lebih dari satu abad.

“Soul Has Weight, Physician Thinks,” tulis The New York Times dalam laporannya pada 1907.

Baca juga: Studi: Makhluk Hidup Memancarkan Cahaya dan Hilang Saat Kita Mati

Antara Sains dan Spiritualitas

MacDougall hidup di era ketika Spiritualisme sedang populer. Banyak ilmuwan, dokter, dan rohaniawan mencoba membuktikan bahwa roh dapat berinteraksi dengan dunia fisik. Namun, menariknya, MacDougall bukan orang yang religius. Surat kabar Haverhill Evening Gazette menggambarkannya sebagai sosok “keras kepala dan praktis” dengan pikiran ilmiah, bukan seorang mistikus.

Ia mempublikasikan penelitiannya di Journal of the American Society for Psychical Research dengan judul panjang: “Hypothesis Concerning Soul Substance Together with Experimental Evidence of the Existence of Such Substance.”

MacDougall percaya, jika jiwa benar-benar ada, maka ia harus menempati ruang dalam tubuh dan meninggalkan tubuh pada saat kematian — sehingga bisa terukur.

Baca juga: Apa yang Terjadi Saat Otak Mati?

Bagaimana Eksperimen Dilakukan?

MacDougall menimbang enam pasien menjelang ajalnya. Ia bahkan menghitung faktor-faktor seperti:

  • Udara keluar dari paru-paru
  • Keringat yang menguap
  • Pengosongan kandung kemih atau usus

Ia memastikan semua itu tidak memengaruhi hasil timbangan. Meskipun ada kendala teknis — salah satu pasien meninggal saat ia sedang mengatur timbangan — hasilnya tetap menunjukkan penurunan berat mendadak pada momen kematian.

Namun, para ilmuwan lain mengkritik eksperimennya karena jumlah sampel terlalu kecil, metode kurang akurat, dan hasil yang tidak konsisten. Bahkan jurnal yang memuat penelitiannya memberi catatan bahwa eksperimen ini tidak bisa dianggap bukti pasti.

“Saya sangat sadar bahwa beberapa percobaan ini tidak cukup untuk membuktikan sesuatu,” tulis MacDougall sendiri.

Baca juga: Fenomena Terminal Lucidity: Momen Sehat Sejenak Sebelum Kematian

Warisan Ilmiah dan Kontroversi

Meski eksperimen ini menuai kritik, MacDougall tidak berhenti. Ia kemudian mencoba memotret jiwa manusia dengan sinar-X, dan menyebut hasilnya tampak seperti “cahaya eterik.” Sayangnya, ia meninggal pada 1920 di usia 54 tahun, meninggalkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.

Sejak itu, banyak upaya dilakukan untuk menguji ulang teorinya — dari menimbang tikus, memeriksa hewan dalam ruang hampa, hingga eksperimen modern dengan detektor elektromagnetik. Namun tidak ada yang menghasilkan bukti meyakinkan.

Dari Laboratorium ke Budaya Pop

Kisah ini tetap hidup hingga kini. Film thriller “21 Grams” (2003) mengambil inspirasi dari eksperimen ini. Novel “The Lost Symbol” karya Dan Brown juga menyinggungnya. Bahkan manga One Piece pernah menampilkan ilmuwan yang berteori bahwa jiwa memiliki berat 21 gram — walau kemudian teori itu dibantah dalam ceritanya.

Mengapa Eksperimen Ini Terus Dikenang?

Eksperimen 21 gram memicu pertanyaan mendasar: apakah kita lebih dari sekadar tubuh fisik?

Profesor psikologi perkembangan Bruce Hood mengatakan banyak orang percaya bahwa kesadaran atau “diri” kita terpisah dari tubuh. Inilah sebabnya eksperimen MacDougall tetap relevan — ia mencoba memberikan “bukti ilmiah” pada harapan kita tentang kehidupan setelah mati.

“Saya pikir pada saat kematian, jendela kecil itu terbuka,” kata Lewis Hollander, ilmuwan yang pernah mengulang eksperimen ini pada domba. “Mungkin kita semua terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri kita.”

Eksperimen ini mungkin cacat secara ilmiah, tetapi daya tariknya tidak pernah pudar. Sampai hari ini, manusia masih mencari jawaban atas pertanyaan abadi: apakah ada bagian dari kita yang tetap hidup setelah tubuh mati?

Baca juga: Benarkah Kuku dan Rambut Masih Bisa Tumbuh Setelah Mati?

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau