Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

OKI, Doha, Indonesia, dan Pertaruhan Normalisasi Arab-Israel

Kompas.com - 16/09/2025, 14:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DOHA kembali menjadi titik pusat perhatian dunia. Insiden ledakan pada 9 September 2025, yang menewaskan sejumlah anggota Hamas dan seorang aparat keamanan Qatar segera memicu tudingan terhadap Israel dan mengguncang fondasi diplomasi kawasan.

Qatar selama ini dikenal sebagai mediator utama konflik Gaza, sekaligus sekutu penting Amerika Serikat yang menampung kepemimpinan politik Hamas atas permintaan Washington.

Ketika justru Doha yang menjadi sasaran, banyak pihak melihat bahwa yang terancam bukan hanya Palestina, melainkan juga norma paling dasar dalam hubungan internasional, yaitu kedaulatan negara dan imunitas diplomatik.

Dalam suasana ini, Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam atau OKI yang digelar di Doha pada 15–16 September 2025, menjadi forum yang sarat beban.

Bukan sekadar ritual tahunan, melainkan ajang untuk menentukan apakah dunia Islam masih sanggup mengubah kecaman menjadi konsekuensi.

Draf resolusi yang beredar menegaskan bahwa tindakan Israel “mengancam perdamaian dan koeksistensi” serta “dapat menggagalkan seluruh capaian normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab.”

Pernyataan ini menunjukkan pergeseran penting, karena untuk pertama kalinya normalisasi yang dipuji sebagai jalan pragmatis kini secara terbuka dipertaruhkan.

Normalisasi melalui "Abraham Accords" sejak 2020 memang semula digadang sebagai terobosan besar.

Baca juga: Makna Diplomasi Singkat Presiden Prabowo ke Timur Tengah

Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan membuka hubungan resmi dengan Israel dengan janji keuntungan ekonomi, teknologi, dan keamanan.

Namun, asumsi dasar normalisasi adalah bahwa Israel akan menahan diri dari langkah yang terlalu ekstrem, sementara negara-negara Arab bisa menenangkan resistensi internal dengan menampilkan manfaat praktis. Insiden di Doha menghancurkan ilusi itu.

Reuters melaporkan bahwa UEA memanggil wakil duta besar Israel dan menyebut tindakan tersebut sebagai “langkah bermusuhan”.

Sementara Arab Saudi menegaskan kembali bahwa syarat hubungan diplomatik tetaplah kemerdekaan Palestina.

Dua sikap ini menandai goyahnya fondasi kompromi yang sebelumnya diusung Washington.

Dari sisi Qatar, pernyataan Emir Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani dan Menteri Luar Negeri Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani sangat tegas.

Mereka menyebut serangan itu sebagai “terorisme negara” dan menuntut komunitas internasional berhenti menerapkan standar ganda.

“Sudah saatnya Israel dihukum atas semua kejahatan yang dilakukan,” kata Sheikh Mohammed sebagaimana dikutip Al Jazeera.

Yang menarik, ia juga menegaskan Qatar tidak akan meninggalkan peran sebagai mediator meskipun menjadi korban.

Sikap ini menunjukkan paradoks khas Doha yang tetap membuka ruang negosiasi sambil menuntut konsekuensi atas pelanggaran norma.

Kehadiran para pemimpin kawasan memberi bobot simbolik pada KTT. Presiden Iran terpilih Masoud Pezeshkian hadir untuk menunjukkan garis tegas Teheran terhadap Israel.

Putra Mahkota sekaligus pemimpin de facto Arab Saudi Mohammed bin Salman berangkat ke Doha setelah sebelumnya sempat membuka wacana normalisasi.

Presiden Uni Emirat Arab Sheikh Mohamed bin Zayed yang dikenal sebagai arsitek "Abraham Accords" juga datang.

Halaman:

Terkini Lainnya
Simpan 4 Jasad Bayinya di Rumah Kontrakan, Ibu AS Ditangkap Polisi
Simpan 4 Jasad Bayinya di Rumah Kontrakan, Ibu AS Ditangkap Polisi
Global
Ketika Padel Redup di Swedia, tapi Malah Meledak di Indonesia...
Ketika Padel Redup di Swedia, tapi Malah Meledak di Indonesia...
Global
Dimotori Gen Z, Berikut 5 Fakta Demo di Peru
Dimotori Gen Z, Berikut 5 Fakta Demo di Peru
Global
Trump Akan Temui Pemimpin Negara Mayoritas Muslim di Forum PBB Bahas Pascaperang di Gaza
Trump Akan Temui Pemimpin Negara Mayoritas Muslim di Forum PBB Bahas Pascaperang di Gaza
Global
Usai Akui Palestina, Negara Barat Tawarkan Bantuan untuk Pasien Gaza
Usai Akui Palestina, Negara Barat Tawarkan Bantuan untuk Pasien Gaza
Global
Mikrofon Prabowo Tiba-tiba Mati Saat Pidato di Sidang PBB, Kemlu RI Beri Klarifikasi
Mikrofon Prabowo Tiba-tiba Mati Saat Pidato di Sidang PBB, Kemlu RI Beri Klarifikasi
Global
Trump Siap Berpidato di Sidang Umum PBB, Dunia Soroti 'America First'
Trump Siap Berpidato di Sidang Umum PBB, Dunia Soroti "America First"
Global
Erdogan Ingin Beli Ratusan Boeing dan Jet Tempur AS, tapi Minta Komponen Diproduksi di Turkiye
Erdogan Ingin Beli Ratusan Boeing dan Jet Tempur AS, tapi Minta Komponen Diproduksi di Turkiye
Global
Pemerintah Italia Belum Akui Palestina, Puluhan Ribu Rakyat Demo
Pemerintah Italia Belum Akui Palestina, Puluhan Ribu Rakyat Demo
Global
Negara Dekat RI Diterjang Topan Dahsyat Ragasa, Ancaman Menjalar hingga ke China
Negara Dekat RI Diterjang Topan Dahsyat Ragasa, Ancaman Menjalar hingga ke China
Global
Bagaimana Masa Depan Palestina Usai Diakui Jadi Sebuah Negara?
Bagaimana Masa Depan Palestina Usai Diakui Jadi Sebuah Negara?
Global
Eks Presiden Filipina Duterte Didakwa atas Kejahatan Kemanusiaan dalam Perang Narkoba
Eks Presiden Filipina Duterte Didakwa atas Kejahatan Kemanusiaan dalam Perang Narkoba
Global
Inovasi Jepang: Kucing Jadi Kepala Stasiun, AI Jadi Pemimpin Parpol
Inovasi Jepang: Kucing Jadi Kepala Stasiun, AI Jadi Pemimpin Parpol
Global
Ini Negara yang Mengakui Palestina dan yang Masih Menolak
Ini Negara yang Mengakui Palestina dan yang Masih Menolak
Global
Skandal Eks Ibu Negara Korsel Kim Keon Hee Seret Pimpinan Gereja Unifikasi
Skandal Eks Ibu Negara Korsel Kim Keon Hee Seret Pimpinan Gereja Unifikasi
Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau