GAZA, KOMPAS.com – Warga Palestina menyambut keputusan Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal yang secara resmi mengakui negara Palestina pada Minggu (21/9/2025).
Langkah ini dipandang sebagai penegasan eksistensi mereka setelah hampir dua tahun dilanda perang antara Hamas dan Israel.
Inggris dan Kanada menjadi negara G7 pertama yang mengakui Palestina, bersama Australia.
Baca juga: Inggris, Australia, Kanada, dan Portugal Resmi Akui Negara Palestina, Israel Kian Terpojok
Langkah ini disebut sebagai upaya memberi tekanan agar Israel menghentikan perang di Gaza. sebagaimana dilansir AFP.
Bagi sebagian warga Palestina, keputusan itu dianggap sebagai titik terang di tengah situasi kelam.
"Kami seharusnya tidak hanya menjadi angka dalam berita," ujar Salwa Mansour (35), warga Rafah di Gaza yang kini mengungsi ke Al-Mawasi, zona kemanusiaan yang ditetapkan militer Israel.
Dia menambahkan, pengakuan tersebut menunjukkan dunia akhirnya mulai mendengar suara mereka.
Baca juga: Inggris Siap Akui Negara Palestina tapi Jalan Perdamaian Masih Panjang
"Dan itu sendiri adalah kemenangan moral. Meski hidup dalam penderitaan, kematian, dan pembantaian, kami tetap menggenggam apa pun yang memberi sedikit harapan," tambahnya.
Mohammed Abu Khousa, warga Deir el-Balah, menilai dukungan negara besar bisa memicu dorongan internasional yang lebih luas.
"Saat negara seperti Inggris dan Kanada mengakui kita, itu meruntuhkan legitimasi Israel dan memberi semangat baru bagi perjuangan kami," papar Khousa.
"Semoga langkah ini mendorong lebih banyak negara mengikuti jejak mereka dan mengakhiri perang," sambungnya.
Baca juga: Apa Arti Pengakuan Negara Palestina, Simbolis atau Nyata di Lapangan?
Namun, tidak semua warga Palestina yakin. Sebagian menilai pengakuan tidak otomatis membawa perubahan nyata.
"Pengakuan saja tidak cukup. Negara-negara lain sudah mengakui Palestina sejak lama, tapi hasilnya nihil," papar Mohammed Azzam, warga Ramallah di Tepi Barat.
"Serangan pemukim semakin meningkat, penangkapan bertambah, pos pemeriksaan semakin banyak, dan desa-desa kami terputus," lanjutnya.
Sementara itu, keputusan negara-negara Barat yang mengakui Palestina memicu kemarahan di Israel.