Prof. Edward Omar Sharif Hiariej, dalam berbagai forum, sudah menggarisbawahi urgensi memperkuat posisi advokat sejak awal proses hukum.
Sayangnya, wacana ini tak kunjung diwujudkan secara normatif, seolah negara tak benar-benar serius menjamin prinsip fair trial.
Pandangan ini mencerminkan realitas praktik hukum di lapangan, di mana banyak individu dimintai keterangan tanpa pemahaman yang memadai atas hak-haknya, dan bahkan tanpa pendampingan hukum.
Padahal, proses penyelidikan kerap kali memuat substansi pertanyaan yang dapat memengaruhi arah penyidikan, bahkan menjadi dasar penetapan status tersangka.
Apabila mengacu pada peran advokat di negara lain seperti Amerika Serikat, Australia, dan Korea Selatan, advokat memiliki peran signifikan dalam mendampingi kliennya sejak dari tahap penyelidikan.
Seperti di Amerika Serikat, prinsip Miranda Rules yang lahir dari Putusan Miranda v. Arizona tahun 1966 oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat menegaskan pentingnya perlindungan hak-hak klien sejak awal proses hukum, termasuk hak untuk diam dan hak atas bantuan hukum, guna mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi selama interogasi.
Prinsip ini berakar pada Amandemen Kelima Konstitusi Amerika Serikat yang menjamin bahwa seseorang tidak dapat dipaksa untuk menjadi saksi terhadap dirinya sendiri dan harus melalui proses hukum yang adil.
Berbeda dengan hal itu, dalam sistem hukum pidana Indonesia, keberadaan advokat baru secara eksplisit dijamin sejak tahap penyidikan, dan belum mengatur secara tegas pendampingan hukum di tahap penyelidikan.
Hal ini membuka potensi terjadinya pelanggaran hak tersangka sejak awal proses penegakan hukum.
Selanjutnya, di Australia, hak untuk didampingi pengacara diakui, namun implementasinya bervariasi antarnegara bagian.
Sebagai contoh, di New South Wales, tersangka berhak untuk berkonsultasi dengan pengacara sebelum interogasi dimulai. Namun, dalam kasus tertentu, akses ke pengacara dapat dibatasi hingga setelah interogasi selesai.
Sementara itu, di Korea Selatan sejak reformasi hukum pada tahun 2021, pengacara diizinkan hadir selama interogasi dan dapat memberikan nasihat hukum kepada klien. Reformasi ini bertujuan meningkatkan transparansi dan melindungi hak-hak tersangka.
Tidak diaturnya peran advokat di tahap penyelidikan dalam RUU KUHAP menimbulkan kekosongan hukum terkait pendampingan hukum sejak awal.
Hal ini memberi peluang terhadap lemahnya prinsip fair trial dan hak atas bantuan hukum yang dijamin oleh konstitusi.
Jika rancangan KUHAP kembali mengabaikan urgensi pendampingan hukum sejak penyelidikan, maka reformasi hukum pidana hanya akan jadi jargon kosong.
Negara hukum tidak bisa dibangun dengan menutup mata terhadap pelanggaran prosedur di ruang-ruang awal proses pidana.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini