Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andriansyah Tiawarman K
Advokat, Dosen, Kurator, Kepailitan dan Pengurus PKPU

Andriansyah Tiawarman K, Pimpinan Justitia Group, salah satu lembaga Pelatihan dan Sertifikasi Hukum terbesar di Indonesia saat ini. Andriansyah menempuh S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan S2 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Selain terus mengembangkan pendidikan dan pelatihan hukum berkelanjutan melalui Justitia Group, saat ini Andriansyah juga sedang menjalani studi Doktor Hukum di Universitas Indonesia dan menjalankan beberapa tugas lainnya antara lain sebagai Tenaga Ahli, Dosen, Trainer, Advokat, Kurator & Pengurus, Kuasa Hukum Pengadilan Pajak, Mediator, serta Asesor Kompetensi.

Penjarahan dalam Situasi "Chaos", Apakah Bisa Diproses Pidana?

Kompas.com - 04/09/2025, 11:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tidak jarang, pasal perusakan (406) dan kekerasan bersama (170) digunakan berdampingan. Inilah yang membedakan penjarahan dari sekadar pencurian biasa. Ia hampir selalu lahir dalam konteks massa, bergerombol, dan disertai perusakan.

Pertanyaan berikutnya, adakah celah hukum untuk membenarkan penjarahan?

KUHP memang mengenal alasan penghapusan pidana, misalnya daya paksa (overmacht) atau keadaan darurat (noodtoestand). Namun dalam praktik, ruang ini sangat sempit.

Baca juga: Politik Kerusuhan dan Masa Depan Demokrasi

Benar, dalam bencana alam ekstrem, misalnya orang terjebak tanpa makanan berhari-hari, pengambilan makanan darurat mungkin bisa diperdebatkan sebagai noodtoestand. 

Namun, menjarah barang-barang pribadi dengan alasan situasi kacau jelas tidak masuk akal. Hakim hampir selalu menolak pembelaan semacam itu.

Mulai Januari 2026, KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) akan berlaku. Perubahan redaksi memang terjadi, tetapi semangat pemberatan tetap dipertahankan.

Pencurian dalam situasi bencana atau huru-hara tetap dipandang serius, bahkan dengan ancaman pidana yang tak kalah berat. Dengan kata lain, hukum Indonesia konsisten: chaos bukan alasan, melainkan pemberat.

Demonstrasi adalah hak warga negara, dijamin konstitusi, dan sepatutnya dihormati. Namun begitu berubah menjadi anarkitis, merusak fasilitas, dan disertai penjarahan, maka batasnya jelas: kebebasan berekspresi tidak berarti kebebasan melanggar hukum.

Baca juga: Menunggu Proses Pidana Penabrak Affan Kurniawan

Penjarahan dalam situasi chaos adalah bentuk kriminalitas, bukan protes politik. Hukum tidak boleh absen. Negara harus hadir, tidak hanya untuk menindak pelaku, tetapi juga untuk memberikan kepastian bahwa hak milik warga dilindungi, bahkan di tengah kekacauan sekalipun.

Demokrasi tanpa hukum akan menjelma anarki. Sebaliknya, hukum tanpa demokrasi hanya melahirkan represi.

Menegakkan hukum terhadap penjarahan di tengah chaos bukanlah bentuk anti-demokrasi, melainkan prasyarat agar kebebasan berpendapat tidak dibajak oleh tindakan kriminal.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau