KOMPAS.com - Pensiun sering dianggap sebagai gerbang menuju hidup yang lebih santai. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa dampaknya terhadap kesehatan mental ternyata tidak sama bagi semua orang. Ada yang merasa lebih ringan, ada yang justru merasa kehilangan arah, bahkan ada yang mengalami penurunan kesejahteraan setelah euforia awal mereda.
Penelitian ini dipimpin oleh Xuefei Li dari University of Edinburgh’s School of Philosophy, Psychology and Language Sciences. Timnya menganalisis 1.538 orang dewasa dari survei tahunan di Belanda selama 17 tahun. Mereka memantau kondisi mental peserta lima setengah tahun sebelum dan sesudah pensiun.
Keunggulan studi ini adalah menggunakan panel acak rumah tangga, sehingga hasilnya lebih mewakili kondisi pensiunan pada umumnya, bukan hanya relawan tertentu.
Menariknya, para peneliti tidak hanya membandingkan kondisi sebelum dan sesudah pensiun secara sederhana. Mereka memetakan fase-fase transisi pensiun untuk melihat siapa yang membaik, siapa yang stagnan, dan siapa yang justru menurun.
Baca juga: Pensiun atau Tetap Bekerja, Mana yang Lebih Sehat?
Para peneliti menggunakan MHI-5 (Mental Health Inventory), sebuah instrumen singkat berisi lima pertanyaan yang mengukur kesejahteraan psikologis, gejala depresi, dan kecemasan.
Mereka menerapkan model kurva pertumbuhan bertahap (piecewise growth curve model) untuk mendeteksi perubahan cepat di tahun pensiun dan pola jangka panjang sesudahnya.
“Pendekatan ini memungkinkan kami melihat apakah peningkatan di tahun pensiun bertahan lama, melandai, atau bahkan berbalik,” jelas Li.
Baca juga: Menunda Pensiun Jauhkan Pikun
Hasil penelitian menunjukkan pola menarik:
Li menegaskan, “Memahami fase-fase ini membantu kita melihat proses penyesuaian yang dialami seseorang ketika menghadapi tantangan internal dan eksternal.”
Baca juga: 10 Langkah Menyiapkan Dana Pensiun agar Hidup Tenang
Menariknya, penelitian ini menemukan bahwa pekerjaan dengan beban fisik berat berdampak negatif terhadap kesehatan mental bahkan setelah pensiun.
Namun, tuntutan mental dalam pekerjaan tidak menunjukkan hubungan yang jelas. Hal ini mendukung gagasan bahwa beban fisik kronis dapat meninggalkan dampak jangka panjang.
Studi ini juga menyoroti bahwa pensiun bukan peristiwa tunggal, melainkan proses bertahap.
Pada kelompok berpendapatan tinggi, mereka yang pensiun lebih lambat mengalami perbaikan kesehatan mental yang lebih lambat pula. Ini bukan berarti pensiun terlambat itu buruk, tetapi efek “bulan madu” pensiun mungkin terasa lebih kecil.
Di Belanda, usia pensiun resmi adalah 67 tahun pada 2025. Memahami kapan penurunan mental paling mungkin terjadi membantu keluarga dan layanan sosial memberikan dukungan yang tepat waktu.
Bentuk dukungan yang disarankan antara lain:
Selain itu, sistem kesehatan dapat menggunakan skrining seperti MHI-5 untuk mendeteksi risiko sejak dini, sehingga pensiunan tidak dibiarkan berjuang sendirian.
Baca juga: Sehat dan Bahagia di Masa Pensiun
Keterbatasan Studi
Meskipun kuat, penelitian ini memiliki batasan:
Peneliti menyarankan penelitian lanjutan di negara lain dengan aturan pensiun berbeda untuk melihat apakah pola yang sama akan muncul.
Baca juga: 8 Langkah untuk Mempermudah Transisi Menuju Masa Pensiun
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini