DAMASKUS, KOMPAS.com - Presiden Suriah Ahmed Al Sharaa berangkat menuju Amerika Serikat (AS) pada Minggu (21/9/2025) untuk menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York.
Media pemerintah melaporkan, Sharaa akan menyampaikan pidato pada sidang ke-80 Majelis Umum PBB, menjadikannya pemimpin Suriah pertama yang tampil di forum tersebut sejak Nureddin Al Atassi pada 1967.
Sharaa merebut kekuasaan pada Desember 2024 setelah koalisi yang dipimpinnya menggulingkan Presiden Bashar Al Assad.
Baca juga: Kekerasan Sektarian di Suriah Tewaskan Hampir 2.000 Orang
Peristiwa itu mengakhiri hampir 14 tahun perang saudara dan lebih dari setengah abad pemerintahan keluarga Assad, sebagaimana diberitakan AFP.
Sejak menjabat, Sharaa melakukan sejumlah langkah diplomasi penting. Ia sempat bertemu Presiden AS Donald Trump di Riyadh dan Presiden Perancis Emmanuel Macron di Paris dalam kunjungan perdananya ke Barat.
Meski demikian, Sharaa masih menghadapi sanksi PBB serta larangan bepergian terkait masa lalunya sebagai jihadis. Pemerintah Damaskus harus mengajukan pengecualian khusus agar ia dapat menghadiri pertemuan internasional.
Menteri Luar Negeri Suriah, Asaad Al Shaibani, sudah lebih dulu tiba di Washington untuk melakukan serangkaian pertemuan resmi.
Kantornya menyebut, ia telah berdialog dengan senator AS, pejabat Departemen Luar Negeri, hingga Komisi AS untuk Kebebasan Beragama Internasional.
Pertemuan tersebut berlangsung di tengah tekanan komunitas internasional agar pemerintahan baru Suriah melindungi kelompok minoritas di negara yang kerap dilanda kekerasan sektarian.
Pejabat Kementerian Luar Negeri Suriah menuturkan, kunjungan Shaibani juga membahas negosiasi dengan Israel serta pencabutan sanksi yang masih diberlakukan AS.
Suriah dan Israel secara teknis masih berada dalam status perang. Namun, setelah Assad digulingkan, kedua pihak membuka perundingan langsung dan telah beberapa kali bertemu.
Amerika Serikat sejauh ini mencabut sebagian besar sanksi yang diberlakukan pada era Assad. Damaskus berharap dapat mencapai kesepakatan keamanan dan militer dengan Israel pada tahun ini.
Baca juga: Apa Arti Pengakuan Negara Palestina, Simbolis atau Nyata di Lapangan?
Israel menuntut pembentukan zona demiliterisasi di Suriah selatan sebagai syarat utama.
Pekan lalu, Sharaa menyebut pihaknya tengah bernegosiasi dengan Israel untuk meraih perjanjian keamanan, termasuk penarikan pasukan Israel dari wilayah yang baru-baru ini diduduki.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini