Namun, hingga hal ini diatur secara eksplisit dalam undang-undang, posisi konselor internal masih berada dalam area abu-abu.
Salah satu cara untuk memperjuangkan perlindungan ini adalah melalui proses legislasi, dengan berharap Dewan Perwakilan Rakyat atau pemerintah mengubah Undang-Undang No. 18 Tahun 2003. Namun, proses ini memakan waktu lama dan penuh ketidakpastian.
Alternatif lainnya adalah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Langkah ini dapat menjadi solusi lebih cepat dan memungkinkan penasihat hukum internal mendapatkan perlindungan setara dengan advokat lainnya.
Tanpa imunitas hukum, penasihat hukum internal bisa merasa tertekan untuk bertindak tidak etis atau bahkan melanggar hukum demi mempertahankan posisi mereka di perusahaan.
Mereka juga berisiko menjadi kambing hitam atas keputusan yang diambil top management.
Dalam beberapa kasus, perusahaan bahkan bisa memanfaatkan kelemahan ini dengan menjadikan penasihat hukum internalnya sebagai "bantalan hukum" untuk melindungi diri dari risiko hukum.
Situasi ini tidak hanya merugikan penasihat hukum internal perusahaan secara individu, tetapi juga melemahkan tata kelola perusahaan yang baik dan supremasi hukum.
Ketidakpastian hukum terkait imunitas bagi penasihat hukum internal tidak hanya menciptakan ketidakadilan, tetapi juga menjadi ancaman bagi praktik tata kelola perusahaan yang baik, kepatuhan hukum, dan keberlanjutan bisnis.
Mengingat semakin pentingnya peran penasihat hukum internal perusahaan dalam menegakkan tata kelola perusahaan dan kepatuhan hukum, sudah saatnya mereka mendapatkan perlindungan hukum yang setara dengan advokat di firma hukum swasta.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini