Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serangan Rusia Melebar ke Luar Ukraina, NATO Luncurkan Misi Khusus

Kompas.com - 21/09/2025, 12:32 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Ferenc Gaal/DW Indonesia

WARSAWA, KOMPAS.com - Sudah lebih dari sepekan ini kemunculan drone Rusia jadi buah bibir di Eropa.

Pada malam 9–10 September, gelombang drone tempur Rusia untuk kali pertama menembus wilayah udara Polandia. Sebanyak 19 wahana nirawak terdeteksi, beberapa di antaranya berhasil ditembak jatuh.

Hanya beberapa hari berselang, drone Rusia kembali melintasi wilayah Romania—anggota NATO lain. Pada Senin (15/9/2025), otoritas Polandia menembak jatuh sebuah drone yang terbang di atas gedung pemerintah di Ibu Kota Warsawa, dan dilaporkan menahan dua tersangka: Seorang warga Belarus dan seorang warga Ukraina.

Baca juga: Drone Rusia Tembus Polandia-Romania, NATO Akan Kerahkan Jet Tempur

Tidak ada korban luka dalam insiden-insiden tersebut. Moskwa sendiri menyangkal bahwa pelanggaran itu disengaja.

Namun, NATO merespons dengan meluncurkan misi baru untuk mengamankan ruang udara di sisi timurnya.

Operasi di perbatasan timur

Operasi yang dinamakan Eastern Sentry ini digambarkan sebagai "aktivitas multidomain” yang mencakup penguatan pangkalan darat dan pertahanan udara, serta akan berlangsung untuk waktu yang tidak ditentukan, menurut pernyataan resmi NATO pada 12 September.

Melalui operasi ini, NATO ingin menyampaikan pesan jelas kepada negara anggotanya di timur Eropa, sekaligus gertakan kepada Rusia.

Inggris dan Denmark sudah menyatakan dukungan, Jerman menggandakan jumlah jet tempur untuk pertahanan udara di Polandia dari dua menjadi empat, sedangkan Perancis mengerahkan jet Rafale.

Jet vs drone: "Palu godam untuk paku payung"

Meski jet tempur dan rudal udara-ke-udara terbukti ampuh menjatuhkan drone, cara ini dinilai jauh dari efisien.

"Drone yang kita lihat di Ukraina harganya hanya 10.000 sampai 30.000 euro (Rp 194,17 juta-582,5 juta) per unit. Tapi kalau kita  menembakkan rudal seharga jutaan dollar sebagai respons, stok senjata kita akan cepat habis,” ujar Chris Kremidas-Courtney, pakar pertahanan dari lembaga European Policy Centre (EPC) di Brussels, Belgia, kepada DW.

"Kita memakai palu godam untuk menghantam paku payung.”

Menurutnya, negara-negara Eropa anggota NATO seharusnya berinvestasi pada teknologi pertahanan modern yang lebih hemat biaya, seperti sistem rudal anti-drone Nimbrix buatan Swedia.

Jika tidak, Eropa akan terus terjebak dalam perang "asimetris biaya” yang merugikan.

Membangun "Tembok Drone" di Eropa?

Bersama Polandia dan Finlandia , negara-negara Baltik—yang kerap menghadapi pelanggaran wilayah udara oleh Rusia—sudah lama mendesak peningkatan koordinasi pertahanan drone.

Konsep ini sering disebut sebagai "tembok drone”, istilah yang kemudian dipakai Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam pidato kenegaraan tahunan beberapa waktu lalu.

Komisi Eropa bahkan mengumumkan proyek produksi drone bersama senilai 6 miliar euro (Rp 116,5 triliun), dengan keahlian Ukraina akan menjadi kunci.

"Kita perlu belajar dari Ukraina,” kata Ian Bond, wakil direktur Centre for European Reform (CER) di Brussels.

"Mereka cukup berhasil menjatuhkan drone Rusia. Kalau mereka punya teknologinya, kita harus memilikinya juga.”

Baca juga: Apa Itu NATO, Siapa Saja Anggotanya?

NATO: "Kami akan respons"

Salah satu tantangan NATO adalah memperluas penerapan teknologi pertahanan drone baru.

Admiral Rob Bauer, mantan ketua Komite Militer NATO, mengatakan bahwa selain perangkat keras, Eropa perlu mengubah cara pandang terhadap Rusia.

"Kita perlu memberi tahu publik, dan masyarakat harus menerima bahwa ada ancaman,” ujarnya kepada DW.

Sementara itu, Kremlin terus mengulang narasi bahwa NATO sedang berperang dengan Rusia.

NATO membantah, tetapi Bauer menyebut aliansi itu kini berada di "zona abu-abu antara damai dan perang” dan siaga penuh:

"Ini pesan penting untuk Tuan Putin: NATO akan merespons, apa pun yang terjadi.”

Dia menambahkan bahwa keberhasilan menembak jatuh drone di Polandia membuktikan keampuhan sistem pertahanan aliansi.

"Saya kira kita telah lulus tes, tapi kita harus lebih baik menghadapi ancaman baru ini.”

NATO siap perang drone?

Namun, Ian Bond dari CER skeptis terhadap kemampuan pertahanan drone NATO saat ini.

"Kesan yang muncul, NATO belum siap menghadapi drone. Mereka harus meningkatkan kemampuan secara signifikan,” katanya.

Bond menilai NATO perlu lebih tegas dan menembak jatuh drone Rusia, bahkan jika terbang di atas Ukraina barat. Hingga kini, beberapa negara anggota masih menahan diri.

Pada Juli lalu, Lituania melaporkan dua drone Rusia melintasi wilayahnya, tetapi tidak ditembak jatuh.

Militer menyebut hanya akan bertindak dalam kondisi ekstrem. Setelah itu, Lituania meminta peningkatan pertahanan udara dari NATO.

Terbaru, Romania juga tidak menembak jatuh drone Rusia di wilayahnya, yang kemudian berbalik arah ke Ukraina.

Menurut Kementerian Pertahanan Romania, pilot AU yang melihat drone itu "menilai risiko tambahan” dan memutuskan tidak menembak.

Bond memperingatkan, sikap pasif semacam ini bisa dianggap Rusia sebagai sinyal positif, sedangkan drone tersebut bisa saja melanjutkan serangan ke target di Ukraina.

Perlindungan sipil jadi pertimbangan

Selain menembak jatuh drone, para pakar juga menekankan pentingnya langkah perlindungan sipil, seperti aplikasi peringatan serangan udara dan peningkatan kapasitas tempat perlindungan.

"Itu akan jadi langkah menakutkan, tetapi tidak berlebihan,” kata Bond. Dia yakin Rusia akan terus menguji sekutu Ukraina kecuali mereka meningkatkan pertahanan dan dukungan secara signifikan.

Kremidas-Courtney sependapat. "Kita harus berasumsi Rusia akan mencoba ini setiap beberapa minggu, sampai kita membuat mereka membayar harga yang membuat mereka berhenti.”

NATO berharap Operasi Eastern Sentry bisa mewujudkan hal itu.

Baca juga: Media Spanyol: Insiden Drone di Polandia Ungkap Kerapuhan Pertahanan NATO

Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul Apakah NATO Siap Hadapi Perang Drone Lawan Rusia?

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini


Terkini Lainnya
Simpan 4 Jasad Bayinya di Rumah Kontrakan, Ibu AS Ditangkap Polisi
Simpan 4 Jasad Bayinya di Rumah Kontrakan, Ibu AS Ditangkap Polisi
Global
Ketika Padel Redup di Swedia, tapi Malah Meledak di Indonesia...
Ketika Padel Redup di Swedia, tapi Malah Meledak di Indonesia...
Global
Dimotori Gen Z, Berikut 5 Fakta Demo di Peru
Dimotori Gen Z, Berikut 5 Fakta Demo di Peru
Global
Trump Akan Temui Pemimpin Negara Mayoritas Muslim di Forum PBB Bahas Pascaperang di Gaza
Trump Akan Temui Pemimpin Negara Mayoritas Muslim di Forum PBB Bahas Pascaperang di Gaza
Global
Usai Akui Palestina, Negara Barat Tawarkan Bantuan untuk Pasien Gaza
Usai Akui Palestina, Negara Barat Tawarkan Bantuan untuk Pasien Gaza
Global
Mikrofon Prabowo Tiba-tiba Mati Saat Pidato di Sidang PBB, Kemlu RI Beri Klarifikasi
Mikrofon Prabowo Tiba-tiba Mati Saat Pidato di Sidang PBB, Kemlu RI Beri Klarifikasi
Global
Trump Siap Berpidato di Sidang Umum PBB, Dunia Soroti 'America First'
Trump Siap Berpidato di Sidang Umum PBB, Dunia Soroti "America First"
Global
Erdogan Ingin Beli Ratusan Boeing dan Jet Tempur AS, tapi Minta Komponen Diproduksi di Turkiye
Erdogan Ingin Beli Ratusan Boeing dan Jet Tempur AS, tapi Minta Komponen Diproduksi di Turkiye
Global
Pemerintah Italia Belum Akui Palestina, Puluhan Ribu Rakyat Demo
Pemerintah Italia Belum Akui Palestina, Puluhan Ribu Rakyat Demo
Global
Negara Dekat RI Diterjang Topan Dahsyat Ragasa, Ancaman Menjalar hingga ke China
Negara Dekat RI Diterjang Topan Dahsyat Ragasa, Ancaman Menjalar hingga ke China
Global
Bagaimana Masa Depan Palestina Usai Diakui Jadi Sebuah Negara?
Bagaimana Masa Depan Palestina Usai Diakui Jadi Sebuah Negara?
Global
Eks Presiden Filipina Duterte Didakwa atas Kejahatan Kemanusiaan dalam Perang Narkoba
Eks Presiden Filipina Duterte Didakwa atas Kejahatan Kemanusiaan dalam Perang Narkoba
Global
Inovasi Jepang: Kucing Jadi Kepala Stasiun, AI Jadi Pemimpin Parpol
Inovasi Jepang: Kucing Jadi Kepala Stasiun, AI Jadi Pemimpin Parpol
Global
Ini Negara yang Mengakui Palestina dan yang Masih Menolak
Ini Negara yang Mengakui Palestina dan yang Masih Menolak
Global
Skandal Eks Ibu Negara Korsel Kim Keon Hee Seret Pimpinan Gereja Unifikasi
Skandal Eks Ibu Negara Korsel Kim Keon Hee Seret Pimpinan Gereja Unifikasi
Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau