QUITO, KOMPAS.com – Presiden Ekuador Daniel Noboa menetapkan keadaan darurat di tujuh provinsi pada Selasa (16/9/2025), menyusul gelombang protes atau demo atas rencana penghapusan subsidi BBM (bahan bakar minyak).
Kebijakan tersebut diumumkan Noboa pekan lalu dengan alasan penghematan 1,1 miliar dolar AS yang disebut akan dialihkan ke program bantuan sosial dan dukungan bagi sektor pertanian.
Langkah itu langsung memicu lonjakan harga solar dari 1,80 dolar AS (Rp 29.500) menjadi 2,80 dolar AS (Rp 45.900) per galon (1 galon sekitar 3,78 liter) di negara yang hampir sepertiga penduduknya hidup dalam kemiskinan.
Baca juga: Sekelompok Pria Bersenjata Serang Bar di Kota Wisata Ekuador, 9 Orang Tewas
Dua presiden sebelumnya pernah mencoba menghapus subsidi bahan bakar, tetapi langkah serupa berujung pada protes besar-besaran yang berujung kekerasan.
Gerakan itu dipelopori oleh organisasi masyarakat adat Conaie yang berpengaruh dan pernah berperan dalam menggulingkan tiga presiden Ekuador antara 1997–2005.
Conaie kembali menentang kebijakan Noboa dengan alasan penghapusan subsidi paling merugikan kelompok miskin.
Namun, organisasi tersebut belum secara resmi menyatakan bergabung dalam gelombang protes kali ini.
Pada Selasa, para pengunjuk rasa memblokir Jalan Raya Pan-American Utara di luar ibu kota Quito dengan batu. Aksi tersebut menyusul blokade jalan yang dilakukan pengemudi truk sehari sebelumnya, dikutip dari AFP pada Rabu (17/9/2025).
Noboa, yang kembali terpilih pada April lalu dengan janji memberantas kekerasan kartel, menyebut situasi saat ini sebagai “kerusuhan internal yang parah”. Ia mendeklarasikan keadaan darurat selama 60 hari di tujuh dari 24 provinsi.
Menurut pemerintah, blokade jalan telah mengganggu rantai pasokan pangan dan membatasi pergerakan masyarakat, sehingga melumpuhkan berbagai sektor ekonomi.
Dalam dekrit keadaan darurat, pemerintah menangguhkan hak berkumpul dan mengizinkan pengerahan militer untuk mencegah serta membubarkan pertemuan publik yang dianggap mengancam keselamatan umum.
Baca juga: Daniel Noboa, Presiden Ekuador Berusia 37 yang Gencar Berantas Geng Narkoba
Sementara itu, mahasiswa menyerukan aksi protes di Quito pada Selasa malam. Serikat pekerja Front Pekerja Bersatu (FUT) juga telah menjadwalkan pawai besar pekan depan.
Tahun lalu, Ekuador yang merupakan salah satu produsen minyak utama, menghadapi krisis listrik hingga pemadaman bergilir. Kondisi tersebut membuat perekonomian negara itu jatuh ke jurang resesi.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini