Kupas tuntas dan jelas perkara hukum
Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com
Oleh: Dody Zulfan, S.H., M.H.
Seorang anak perempuan (16) di Kabupaten Ketapang dihamili oleh pacarnya (20). Menurut keterangan orangtua korban, si anak ditempatkan sendiri di rumah yang dikreditkan orangtuanya berjarak sekitar 40 km dari rumah orangtuanya di desa, agar si anak dapat mengenyam pendidikan di sekolah terbaik di kota.
Pada Agustus 2022, si anak dan si pacar pernah digrebek oleh warga sekitar. Si pria diberi ultimatum oleh ayah si anak agar menjauhi anaknya yang masih sekolah.
Ternyata diulangi lagi hingga sang anak perempuan per Desember 2022, telah hamil 9 minggu berdasarkan hasil pemeriksaan dokter di RS. Fatima Kab. Ketapang.
Si Pria datang ke rumah orangtua si anak "mengaku salah dan siap bertanggung jawab dengan menikahi si anak".
Bagaimana hukumnya dan apa yang harus dilakukan orangtua mengingat anaknya masih belia dan masih sekolah kelas 1 SMK?
Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal 1 Ayat (1): “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Married By Accident (MBA) adalah tragedi perkawinan terpaksa karena keadaan demi menutupi aib. Artinya andaikan tidak terjadi kehamilan, maka tidak akan terjadi perkawinan.
Permasalahan pelik adalah ketika yang mengalami kehamilan tersebut anak di bawah umur dengan status pacaran.
Sementara banyak terjadi di masyarakat, saran yang diberikan adalah menikahkan pasangan tersebut. Hal ini bukanlah solusi, melainkan hanyalah budaya yang tidak menyelesaikan masalah.
Menikahkan anak di bawah umur akan menimbulkan permasalahan baru, yaitu membiarkan terjadinya perkosaan berulang kepada sang anak sekalipun anak juga menyetujuinya.
Masalah lain, melahirkan di usia belia berisiko tinggi, belum lagi kesiapan berumah tangga dari sisi ekonomi dan mental si anak yang dipaksa dewasa untuk menjadi seorang ibu.
Dalam hubungan seorang pria dewasa dan seorang wanita dewasa yang sama-sama tidak terikat perkawinan dan tidak ada pemaksaan, dikenal hubungan suka-sama-suka dan tidak ada tuntutan.
Namun berbeda halnya dengan anak di bawah umur, tidak dikenal istilah suka-sama-suka yang ada hanyalah pemaksaan persetubuhan dan atau bujuk rayu atau dengan iming-iming agar anak mau melakukan persetubuhan dengan pelaku.
Dalam Pasal 76 D UU 35/2014 diatur soal pemaksaan mengancam anak untuk melakukan persetubuhan dengannya.