KETERANGAN ahli di persidangan acapkali menjadi hal yang krusial dalam pembuktian. Hakim dapat memutus perkara utamanya didasarkan pada keterangan ahli dan hal itu dibenarkan.
Yang menjadi soal bermuara pada etika dan profesionalitas seorang ahli tatkala dihadapkan pada dilema antara kebenaran dan kepentingan.
Artikel ini pada dasarnya berangkat dari keyakinan bahwa pemberian keterangan ahli di persidangan perlu diatur dalam kode etik. Bila etika masih kita anggap sebagai sesuatu yang penting, maka artikel ini menemukan urgensinya.
Hal ini merupakan eloborasi lebih lanjut terhadap kegiatan yang dilaksanakan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (6/24). Tema yang diusung adalah etika dan profesionalitas dosen sebagai ahli dalam persidangan.
Franz Magnis-Suseno sebagai salah satu narasumber menekankan bahwa ahli memberikan kesaksian demi kebenaran. Namun, kesaksian tersebut juga akan memengaruhi jalannya perkara.
Ahli dapat dipahami sebagai orang yang memiliki pengetahuan di bidang tertentu dalam rangka menjelaskan suatu perkara (Harahap, 2017).
Pengetahuan tersebut bisa datang dari (i) pendidikan formal maupun pengalaman serta dari (ii) pemeriksaan atau penelitian yang terlebih dahulu dilakukan demi kepentingan persidangan. Sehingga, ahli bisa datang dari kalangan profesional seperti dokter, dosen, mapun peneliti.
Berdasarkan hal tersebut, Steiner-Dillon (2024) menyatakan, ada empat sisi kepentingan yang berkelindan dalam pemberian keterangan ahli di persidangan.
Pertama, client contract. Seorang ahli bisa jadi memiliki kepentingan keperdataan dengan “klien”-nya. Kepentingan tersebut harus dilindungi oleh para pihak didasarkan pada sebuah kontrak.
Sebagai contoh pada jasa konsultasi pembangunan, hubungan terapeutik, dan lainnya. Dilema muncul saat ahli harus memberikan keterangan yang beririsan dengan kepentingan kliennya.
Kedua, court service. Hal ini bermakna bahwa panggilan kepada seseorang untuk menjadi ahli di pengadilan merupakan kewajiban kewarganegaraan (civic obligation).
Kebimbangan selanjutnya adalah mana yang harus didahulukan pelayanan kepada negara atau perlindungan terhadap kepentingan klien?
Ketiga, professional license. Setiap ahli terikat kepada aturan dan standar profesi yang ditentukan oleh masing-masing institusi maupun organisasinya.
Pengembanan tugas keprofesian ini menjadi tarikan selanjutnya bagi ahli dalam masuk ke area pertarungan kebenaran dan kepentingan.
Keempat, expert reputation. Reputasi menjadi pengingat bagi ahli agar memberikan keterangan di persidangan secara bertanggung jawab. Sebab, publik nantinya dapat mengukur kadar keterangan ahli dan memberikan penilaian terhadapnya.