KOMPAS.com - Setiap daerah memiliki tradisi tersendiri dalam pelaksanaan pernikahan, mulai dari tata cara hingga penyajian makanannya. Salah satu daerah yang memiliki penyajian makanan unik yaitu wilayah Klaten, Solo, dan sekitarnya yang dinamakan “piring terbang”.
Pada pelaksanaan tradisi “piring terbang” ini, para tamu cukup duduk di kursi yang disediakan, lalu makanan dan minuman akan diantar oleh pramusaji atau yang disebut dengan “sinoman”.
Tak hanya satu macam, para tamu bahkan akan mendapatkan empat hingga lima jenis, mulai dari minuman, makanan ringan, makanan utama, sampai yang terakhir minuman atau makanan penutup.
Menariknya, penyajian hidangan juga memiliki waktu yang disesuaikan dengan berlangsungnya acara pernikahan dalam adat Jawa.
Namun tahukah kamu bagaimana asal-usul tradisi piring terbang dan apa saja jenis makanan yang disajikan kepata para tamu? Yuk, simak penjelasan di bawah ini.
Baca juga: Tradisi Bubur Samin Khas Banjar di Masjid Darussalam Kota Solo, Sudah Ada Sejak 1986
Baca juga: Apa Itu Yu Sheng, Tradisi Bersantap Unik pada Perayaan Imlek?
Tradisi piring terbang rupanya telah ada sejak era kerajaan Mataram, namun pada saat itu penyajian makan ini disebut dengan “ladosan.
Budayawan dan Ahli Sejarah Universitas Sebelas Maret (UNS), Tunjung Wahadi Sutirto menjelaskan bahwa tradisi ini menggambarkan penyajian hidangan satu per satu kepada para tamu, mirip seperti yang dilakukan untuk para raja di keraton.
Kemudian, sekitar tahun 1980-an, istilah ladosan berangsur hilang dan tergantikan dengan nama “piring terbang”.
“Seiring dengan berkembangnya waktu, terutama menjamurnya usaha catering di kota Solo tahun 1980-an, cara ladosan itu diistilahkan dengan nama baru yaitu "piring terbang”,” jelas Tunjung Wahadi Surirto kepada KOMPAS.com, Sabtu (20/9/2025).
Baca juga: Makan Anggur di Bawah Meja, Tradisi Malam Tahun Baru untuk Jomblo
Bukan sekadar tradisi, piring terbang memiliki makna yang penting dalam budaya pernikahan di wilayah Solo.
Yaitu untuk menghormati para tamu yang telah berkenan hadir dalam acara serta ekspresi kesantunan dari tuan rumah kepada tamu.
“Dengan cara piring terbang, para tamu akan merasa nyaman dengan tetap duduk di tempat dan menyantap hidangan yang disajikan,” tambah Tunjung Wahadi Sutirto.
Baca juga: 4 Cara Cicip Kopi ala Starbucks, Tradisi Barista Sebelum Minum Kopi
Baca juga: Kue Apem, Simbol Maaf yang Jadi Tradisi Jelang Ramadhan
Teh, umumnya telah tersaji di setiap meja para tamu lengkap dengan rasa yang manis. Selain teh juga disajikan air putih.
Makanan ringan yang terdiri dari kudapan manis dan gurih ini akan disajikan setelah doa pernikahan. Variasinya ada bermacam-macam, sesuai selera pemilik acara.