KOMPAS.com - Sepasang suami istri (pasutri) tunawisma di Palembang, Sumatera Selatan, terpaksa membawa jasad bayi mereka dengan berjalan kaki setelah ditolak masuk oleh keluarga.
Peristiwa ini viral di media sosial dan memicu simpati publik sekaligus sorotan terhadap layanan rumah sakit.
Pasutri bernama Joko (40) dan Noviyanti (29) kehilangan bayi perempuan mereka bernama Firli Saputri yang baru berusia 20 hari.
Bayi tersebut meninggal dunia setelah mengalami sesak napas dan sempat mendapat perawatan intensif di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) RSUD Palembang BARI sejak Senin, 1 September 2025.
“Dari semenjak lahir dirawat di sana sudah 20 hari. Selama dirawat alhamdulillah kami urus surat-surat supaya biayanya lebih ringan,” ujar Joko saat ditemui di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT Polda Sumsel), Sabtu (20/9/2025) malam.
Baca juga: Kerusuhan di Palembang dan OKU: Polda Sumsel Tetapkan 25 Tersangka
Joko menuturkan, ini bukan kali pertama ia kehilangan buah hati. Anak pertamanya juga meninggal dunia saat masih bayi.
“Ini anak yang kedua. Yang pertama juga meninggal pas usianya masih kecil, waktu itu saya masih kerja,” kata Joko.
Selama tiga bulan terakhir, pasangan asal Blitar, Jawa Timur itu hidup berpindah-pindah tanpa tempat tinggal tetap.
Joko mengaku kehilangan pekerjaan sebagai kuli bangunan dan terpaksa meminta belas kasihan di jalan untuk menyambung hidup, padahal sang istri sedang hamil besar kala itu.
“Dulu saya kerja kuli bangunan, semenjak tiga bulan ini sudah tidak kerja lagi makanya sekarang cuma minta-minta di jalan. Nyari-nyari biaya sendiri untuk istri,” ujarnya.
Baca juga: Kerusuhan di Palembang dan OKU: Polda Sumsel Tetapkan 25 Tersangka
Setelah bayi mereka meninggal, Joko meminta bantuan RSUD Palembang BARI untuk memakamkan sang anak. Namun, permintaan itu ditolak pihak rumah sakit karena pasien dinilai masih memiliki keluarga yang bisa dimintai pertanggungjawaban.
“Waktu di rumah sakit kami minta bantu dimakamkan anak saya. Tapi pihak rumah sakit tidak mau, dengan alasan kami masih ada keluarga. ‘Kok kayak gini hidup,’ kata saya,” ucap Joko.
Meski demikian, rumah sakit tetap menyediakan ambulans untuk mengantar jenazah ke rumah keluarga di kawasan Kelurahan 10 Ilir, Kecamatan Ilir Timur III, Palembang.
Perjalanan ambulans berhenti di sekitar Bundaran Air Mancur karena akses menuju rumah mertua sempit. Joko dan Noviyanti melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sejauh sekitar 5 kilometer sambil menggendong jasad bayi dengan kain jarik.
Namun setibanya di rumah mertua, pasangan ini justru ditolak.