KOMPAS.com – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memastikan akan turun langsung menangani persoalan lahan desa di Bogor yang dikabarkan masuk daftar lelang karena dijadikan jaminan bank.
Menurut Dedi, lahan adat seluas 800 hektare di Desa Sukaharja yang berbatasan dengan Desa Sukawangi, masuk dalam aset sitaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Saat ini lahan tersebut tengah diproses menuju lelang.
"Itu, kan, karena kasus BLBI. Besok saya ke sana. Pokoknya kan itu aset desa, aset masyarakat, nanti saya akan bicarakan dengan pihak perbankannya. Berarti kan ada prosedur yang salah dalam memberikan jaminan," kata Dedi, Selasa (23/9/2025).
Ia menegaskan, aset desa seharusnya tercatat di desa dengan kewenangan penuh ada pada bupati atau wali kota. Karena itu, ia akan meminta pemerintah desa segera memperbarui data kepemilikan lahan.
"Minggu depan saya akan meminta pada desa untuk segera meng-update data tentang aset karena kan banyak aset itu tidak memiliki sertifikat, kan hampir semua umum. Pemerintah ini aset-asetnya tidak terdata dengan baik," ucapnya.
Jika nantinya terbukti lahan desa digunakan sebagai jaminan bank, Dedi mengaku siap menempuh jalur hukum.
"Kalau memang itu ternyata aset itu tiba-tiba menjadi aset jaminan bank, saya akan menyiapkan pengacara untuk menggugat," tambahnya.
Baca juga: Imbas Sengketa Sitaan BLBI, Proses Sertifikasi hingga PBB Desa Sukaharja dan Sukamulya Diblokir BPN
Sejak Maret 2025, warga Desa Sukawangi, Kabupaten Bogor, mulai resah setelah sejumlah petugas dari Ditjen Gakkum Kementerian Kehutanan menempelkan stiker peringatan di bangunan tanpa penjelasan jelas.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDesa) Jawa Barat, Ade Afriandi, meluruskan kabar tersebut. Menurutnya, bukan Desa Sukawangi yang akan dilelang, melainkan Desa Sukaharja dan Desa Sukamulya, Kecamatan Sukamakmur.
"Desa dilelang bukan Desa Sukawangi, tapi Desa Sukaharja dan Desa Sukamulya, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor," kata Ade, Senin (22/9/2025).
Ade menjelaskan, sengketa lahan ini terkait kasus BLBI atas nama terpidana Lee Darmawan K.H alias Lee Chin Kiat.
Berdasarkan dokumen Desa Sukaharja, pada 1983 Lee Darmawan yang saat itu menjabat Direktur PT Bank Perkembangan Asia memberi pinjaman Rp 850 juta kepada PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu. Pinjaman tersebut dijaminkan dengan lahan adat seluas 406 hektare di Desa Sukaharja.
Baca juga: 2 Desa di Bogor Diagunkan ke Bank karena Kasus BLBI, Gubernur Dedi Mulyadi Siapkan Gugatan
"Tahun 1991, terdapat Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara No. 1622 K/PID/1991, turunan dari Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam No. 56Pid/B/1990/PN.JKT.BAR tentang Pidana Korupsi Tersangka Lee Darmawan KH alias Lee Chin Kiat, dan menyita lahan agunan PT. Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu, tetapi luas tanah yg disita bertambah semula 406 Ha menjadi 445 Ha," papar Ade.
Eksekusi kemudian dilakukan pada 1994 oleh Satgas Gabungan BI dan Kejagung, namun hasil verifikasi hanya menemukan sekitar 80 hektare. Warga setempat disebut tidak pernah menjual tanahnya, hanya menerima tanda jadi dari pihak yang tidak jelas identitasnya.
Meski begitu, pada 2019 hingga 2022 Satgas BLBI bersama BPN kembali mengeklaim 445 hektare lahan tersebut. Semua proses peralihan hak tanah, sertifikasi jual beli, hingga pajak bumi dan bangunan akhirnya diblokir.
"Tanpa mengindahkan hasil verifikasi tahun 1994 yang dilaporkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta," jelas Ade.