KOMPAS.com - Pada malam penutupan Kongres Pemuda II di Jakarta, 18 Oktober 1928, seorang wartawan muda dari surat kabar Sin Po diberikan kesempatan untuk memainkan lagu ciptaannya di hadapan peserta umum.
Dibawakan dalam nada-nada instrumental lewat gesekan biola, wartawan bernama Supratman itu memperdengarkan lagu yang kemudian dinamakan "Indonesia Raya".
Sebagaimana ditulis Kompaspedia, dengan cepat lagu ciptaan Supratman tersebut terkenal di kalangan pergerakan nasional.
Apabila partai-partai politik mengadakan kongres, lagu yang merupakan wujud rasa persatuan dan keinginan merdeka itu selalu dinyanyikan.
Dalam pembukaan Kongres Partai Nasional Indonesia (PNI) pada 18–20 Desember 1929 di Jakarta, semua peserta berdiri menyanyikan lagu tersebut dengan diiringi biola Supratman.
Setelah Indonesia merdeka, lagu "Indonesia Raya" ditetapkan sebagai lagu nasional.
Kendati demikian, penciptanya tidak pernah tahu karena ia telah wafat bertahun-tahun sebelumnya.
Adapun, kisah Supratman selaku pencipta lagu nasional Indonesia bermula dari Dukuh Trembelang, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Purworejo. Dia lahir pada 19 Maret 1903, dengan nama kecil Wage yang diambil dari salah satu nama hari pasaran Jawa.
Tiga bulan setelah lahir, orang tuanya membawanya ke Meester Cornelis (Jatinegara), Jakarta. Sebagai seorang tentara KNIL, sang ayah menambahkan nama Supratman dan segera mencatatkan kelahiran anaknya di kota tersebut.
Pada 1914, Wage Supratman ikut kakak sulungnya, Roekijem, tinggal di Makassar. Suami kakaknya adalah seorang pria peranakan Belanda-Indonesia bernama Willem van Eldick.
Kemudian, kakak iparnya menambahkan nama Rudolf pada Wage Supratman. Tujuan penambahan nama itu supaya bisa dimasukkan ke sekolah Europese Lagere School dan statusnya disamakan dengan Belanda.
Nama lengkapnya kemudian, seperti dihafal sampai sekarang, menjadi Wage Rudolf Supratman atau biasa disingkat WR Supratman.
Dikutip dari Gramedia, WR Supratman mulai berkecimpung di dunia musik saat kakak iparnya, Willem van Eldick memberinya kado sebuah biola saat ulang tahunnya yang ke 17.
Biola itulah yang membuat WR Supratman kemudian akrab dengan musik, terutama jazz. Ia dan kakak iparnya pun akhirnya mendirikan grup jazz dengan nama Black and White.
Karier jurnalistik Supratman dimulai setelah ia kembali ke Jawa pada 1924. Ia merintisnya dengan bekerja sebagai wartawan Koran Kaoem Muda di Cimahi.