KABUL KOMPAS.com – Taliban menolak tegas permintaan Presiden Amerika Serikat Donald Trump agar menyerahkan kembali Pangkalan Udara Bagram, fasilitas militer terbesar AS selama perang 20 tahun di Afghanistan.
Penolakan itu sebagai tanggapan ancaman Trump yang mengatakan bahwa ada “hal buruk akan terjadi” bila permintaannya tidak dipenuhi.
Diketahui, permintaan Trump tersebut ditegaskan dalam sebuah konferensi pers bersama Perdana Menteri Inggris Keir Starmer pada Kamis (18/9/2025).
Baca juga: Trump Ancam Hukum Afghanistan jika Tak Serahkan Pangkalan Udara Bagram
“Kami sedang berbicara dengan Afghanistan dan kami menginginkannya kembali, segera. Dan jika mereka tidak melakukannya, kalian akan tahu apa yang akan saya lakukan,” ucap Trump.
Ia menambahkan salah satu alasan utama ingin menguasai lagi Bagram adalah lokasinya yang strategis karena dekat dengan China.
“Kami ingin pangkalan itu kembali. Salah satu alasannya adalah, seperti yang kalian tahu, itu hanya satu jam dari tempat China membuat senjata nuklirnya,” kata Trump.
Meski demikian, analisis BBC Verify menyebut situs uji coba nuklir China di Lop Nur, Xinjiang, berjarak sekitar 2.000 kilometer dari Bagram, bukan “satu jam” seperti klaim Trump.
Penyelidikan yang memeriksa 30 citra satelit sejak 2020 juga tidak menemukan bukti adanya kehadiran militer China di pangkalan tersebut.
Taliban menolak keras permintaan itu, dengan menegaskan kemerdekaan dan integritas territorial Afghanistan.
“Kemerdekaan dan integritas teritorial Afghanistan adalah hal yang paling penting,” demikian pernyataan resmi Taliban, Minggu (21/9/2025).
Mereka mendesak AS “tidak mengulang pendekatan gagal di masa lalu” dan agar mengadopsi “kebijakan yang realistis dan rasional.”
Baca juga: Trump Ingin Kuasai Pangkalan Bagram, AS Bisa Invasi Afghanistan Lagi
Zakir Jalaly, pejabat Kementerian Luar Negeri Taliban, menegaskan kembali sikap itu.
“Sepanjang sejarah, bangsa Afghanistan tidak pernah menerima kehadiran militer asing di tanahnya, dan kemungkinan itu sepenuhnya ditolak dalam perundingan Doha,” tulisnya di platform X.
Namun, ia menambahkan pintu tetap terbuka untuk keterlibatan lain seperti kerja sama ekonomi dan politik.
Fasihuddin Fitrat, pejabat senior Kementerian Pertahanan, juga menekankan, “Kesepakatan atas bahkan sejengkal tanah Afghanistan tidak mungkin. Kami tidak membutuhkannya.”