KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menerbitkan potensi hujan dan angin kencang di sejumlah wilayah Indonesia pada 23-29 September 2025.
Kondisi ini dipicu oleh interaksi berbagai faktor atmosfer pada skala global, regional, hingga lokal, yang mempertahankan atmosfer untuk tetap berada dalam kondisi labil dan mendukung perkembangan awan konvektif.
Aktivitas atmosfer tersebut berpotensi menghasilkan hujan dengan intensitas bervariasi, mulai dari ringan hingga sangat lebat.
Secara global, nilai Dipole Mode Index (DMI) yang negatif (−1,17) mampu mendukung peningkatan pasokan uap air ke wilayah Indonesia.
Sementara itu, secara regional, anomali Outgoing Longwave Radiation (OLR) yang dominan bernilai negatif di beberapa wilayah.
“Selain itu, aktivitas gelombang atmosfer juga berperan penting pada dinamika atmosfer di wilayah Indonesia,” bunyi keterangan BMKG.
Baca juga: Kenapa Udara Terasa Gerah sebelum Turun Hujan? Ini Penjelasan BMKG
Gelombang Rossby Ekuatorial dan Kelvin juga diperkirakan masih, sehingga berkontribusi dalam peningkatan aktivitas konvektif dan pembentukan awan hujan.
Di sisi lain, muncul Bibit Siklon Tropis 92W di Laut Filipina utara Pulau Papua, dengan kecepatan angin maksimum 20 Knot, tekanan minimum sebesar 1004 hPa, dan arah pergerakan ke arah barat laut.
Potensi peningkatan intensitas bibit siklon ini menjadi siklon tropis dalam 24 jam kedepan adalah pada kategori rendah.
“Sementara itu, Siklon Tropis Ragasa diprediksi berada di Filipina, dengan kecepatan angin maksimum 110 knot, tekanan minimum sebesar 905 hPa, dan arah pergerakan ke arah Barat,” jelas BMKG.
Baca juga: Mengapa Awan Mendung Bisa Terlihat Terang Saat Malam?
Bibit siklon dan siklon tropis tersebut membentuk daerah perlambatan kecepatan angin (konvergensi) dan pertemuan angin (konfluensi).
Fenomena atmosfer itu juga turut memberikan dampak tidak langsung berupa hujan sedang-lebat di sejumlah wilayah.
Faktor lain yang turut mempengaruhi kondisi cuaca di Indonesia adalah adanya pertemuan angin yang terpantau memanjang dari berbagai lokasi.
Kondisi atmosfer pada skala lokal juga mendukung peningkatan potensi hujan. Labilitas atmosfer yang relatif kuat serta kelembapan udara yang basah menjadi pemicu terbentuknya awan konvektif.
Baca juga: Kenali Beda Tanda Hujan Deras Berdurasi Singkat dan Gerimis yang Berlangsung Lama
Berikut prakiraan cuaca BMKG mengenai wilayah berpotensi hujan dan angin kencang pada 23-29 September 2025:
Baca juga: BMKG Rilis 13 Zona Megathrust di Indonesia, Mana yang Potensi Gempanya Terbesar?
Baca juga: Ramai soal Kemunculan “Rip Current” di Pantai Parangtritis dan Disebut Berbahaya, Apa Itu?
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini